KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah yang
senantiasa memberikan nikmat yang tiada terhingga bagi kita semua.
Alhamdulillah atas ridhonya kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul ”
Moral dan Keagamaan Anak ” dengan baik dan tepat waktu.
Maksud dan tujuan penyusunan makalah ini yaitu
untuk memenuhi salah satu tugas program kuliah semester
pendek Mata Kuliah Psikologi Perkembangan
Makalah ini tidak akan terwujud tanpa bantuan dan arahan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih kepada :
1.
bapak Drs. Abdul Rozaq, M.Ag. selaku Dosen pengampu Mata Kuliah Psikologi
Perkembangan yang telah memberikan pengarahan terkait penyusunan makalah ini;
2.
orang tua kami yang memberikan dorongan
motivasi untuk belajar dengan sungguh- sungguh;
3.
teman seperjuangan yang senantiasa memberikan
motivasi agar tugas ini dapat terselesaikan sesuai waktu yang ditentukan.
Akhirnya, semoga makalah ini bisa bermanfaat khususnya
bagi kami selaku penyusun dan umumnya bagi seluruh pembaca. Tentunya kami
merasa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran membangun sangat kami harapkan demi kemajuan penyusunan makalah
selanjutnya di lain kesempatan.
Jepara, 23 Agustus 2016
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN
COVER...............................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................
ii
DAFTAR
ISI..........................................................................................................
iii
BAB I.
PENDAHULUAN......................................................................................
1
A. LATAR
BELAKANG................................................................................
1
B. RUMUSAN
MASALAH............................................................................
2
C. TUJUAN PENULISAN..............................................................................
3
BAB II.
PEMBAHASAN.......................................................................................
3
A. Pengertian Perkembangan...........................................................................
3
B. Pengertian agama, moral, dan
anak............................................................ 3
C. Perkembangan Agama Pada Anak............................................................. 5
D. Perkembangan Moral Pada
Anak............................................................... 6
E. Hambatan-hambatan dalam Perkembangan Pada Masa Anak................... 8
BAB III.
PENUTUP............................................................................................. 11
A. KESIMPULAN.........................................................................................
11
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini perkembangan teknologi sangat gencar
sekali. Hal ini terlihat dari beberapa fenomena terkait barang dan alat-alat
teknologi. Salah satu contoh paling nyata adalah penggunaan telepon seluler
atau ponsel. beberapa tahun yang lalu HP masih menjadi barang yang dianggap
mewah dan hanya orang-orang dari kalangan tertentu yang bisa memilikinya.
Jangan harap orang-orang dari kalangan ekonomi lemah bisa membelinya karena
untuk makan saja pun terkadang pas-pasan. Ketika itu barang ini menjadi sebuah
identitas yang membedakan status sosial seseorang.
Seiring zaman yang terus berkembang, kini telah
terjadi pergeseran yang cukup signifikan. Telepon seluler di era sekarang
nampaknya merupakan barang yang wajib dimiliki oleh setiap orang termasuk
orang-orang yang dikategorikan berpenghasilan rendah. Fenomena sekarang yang
notabene seorang penjual sayur, ojek, bahkan pengamen sekalipun memilikinya.
Hal tersebut karena harga barang teknologi yang satu ini perlahan mulai merosot
seiring persaingan yang terjadi di pasar teknologi.
Hal ini tentunya memiliki dampak positif yang
sangat besar, karena dengan alat tersebut kita menjadi mudah dalam proses
berkomunikasi. Tentunya bukan hanya sebatas pada telpon seluler saja
namun lingkup teknologi itu sangat luas. Kita ambil contoh lain yaitu internet.
Internet adalah sebuah perkembangan teknologi yang sangat canggih. Di dalamnnya
banyak fitur- fitur atau hal- hal yang bisa mempermudah kita baik dalam
pencarian informasi atau proses komunikasi.
Namun, dari semua perkembangan teknologi
tersebut ada kekhawatiran dari kami terhadap perkembangan moral dan keagamaan
anak. Karena dewasa ini penggunaan teknologi serupa sudah menjangkau kepada
kalangan anak-anak, baik itu usia SD atau TK sekalipun.
Dari sisi manfaat pemberian alat-alat teknologi
kepada anak-anak tentunya memiliki dampak positif yang sangat besar. Akan
tetapi, apakah manfaatnya lebih banyak dari madharatnya atau malah
sebaliknya?.Fenomena ini menarik untuk dikaji lebih mendalam dalam sebuah
pembahasan. Apakah perkembangan teknologi berpengaruh terhadap moral dan
keagamaan anak ?
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah pengertian perkembangan ?
2.
Apakah pengertian Agama, moral, dan anak ?
3.
Bagaimana perkembangan agama pada anak?
4.
Bagaimana perkembangan moral pada anak?
5.
Bagaimana Hambatan-Hambatan dalam Perkembangan Pada Masa Anak ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Perkembangan
Dalam kamus bahasa indonesia kontemporer, perkembangan
adalah perihal berkembang. Selanjutnya, kata berkembang diartikan mekar,
terbuka, membentang, menjadi besar, luas, banyak dan menjadi bertambah sempurna
dalam hal kepribadian, pikiran, pengetahuan dan lain sebagainya. Sedangkan
pengertian perkembangan menurut istilah asingnya adalah development, merupakan
rangkaian perubahan yang bersifat progresif dan teratur dari fungsi jasmaniah
dan rohaniah, sebagai akibat kerjasama antara kematangan (maturation) dan
pelajaran (learning).[1]
Dari kedua definisi tersebut dapat
ditarik kesimpulan bahwa perkembangan tidaklah terbatas pada pengertian
pertumbuhan yang semakin membesar, melainkan didalamnya juga terkandung
serangkaian perubahan yang berlangsung secara terus menerus yang bersifat tetap
dari fungsi fungsi jasmaniah dan rohaniah yang dimiliki individu menuju ke
tahap kematangan melalui pertumbuhan, pemasakan, dan belajar.
Perkembangan menghasilkan bentuk-bentuk dan ciri-ciri
kemampuan baru yang berlangsung dari tahap aktivitas yang sederhana ketahap
yang lebih tinggi. Perkembangan itu bergeraak secara berangsur angsur tetapi
pasti, melalui suatu bentuk/tahap kebentuk atau tahap/bentuk berikutnya, yang
kian hari kian bertambah maju, mulai dari masa pembuahan dan berakhir dengan
kematian.[2]
B.
Pengertian Agama, Moral, Dan Anak
1.
Agama
Pengertian agama: Sistem atau prinsip kepercayaan kepada adanya
kekuasaan mengatur yang bersifat luar biasa yang berisi norma-norma atau
peraturan yang menata bagaimana cara manusia berhubungan dengan Tuhan dan
bagaimana manusia hidup yang berkelanjutan sampai sesudah manusia itu mati.
Sebagaimana
yang dijelaskan oleh Adams dan Gullota (1983), agama memberikan sebuah kerangka
moral, sehingga membuat seseorang mampu membandingkan tingkah lakunya, agama
dapat menstabilkan tingkah laku dan bisa memberikan penjelasan mengapa dan
untuk apa seseorang berada di dunia ini, agama memberikan perlindungan rasa
aman, terutama bagi remaja yang tengah mencari eksistensi dirinya.
2. Moral
Merupakan aturan kesusilaan yang menyangkut budi pekerti manusia
yang beradab (berupa ajaran baik dan buruk, perbuatan, dan kelakuan atau
akhlaq).
Istilah moral berasal dari kata Latin “mos” (moris) yang berarti
adat istiadat, kebiasaan, peraturan/nilai-nilai atau tata cara kehidupan.
Sedangkan moralitas merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan,
nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral.
3. Anak
Adalah makhluk sosial seperti juga orang dewasa. Anak membutuhkan
orang lain untuk dapat membantu mengembangkan kemampuannya, karena anak lahir
dengan segala kelemahan sehingga tanpa orang lain anak tidak mungkin dapat
mencapai taraf kemanusiaan yang normal. Menurut John Locke (dalam Gunarsa,
1986) anak adalah pribadi yang masih bersih dan peka terhadap
rangsangan-rangsangan yang berasal dari lingkungan. Augustinus (dalam
Suryabrata, 1987), yang dipandang sebagai peletak dasar permulaan psikologi
anak, mengatakan bahwa anak tidaklah sama dengan orang dewasa, anak mempunyai
kecenderungan untuk menyimpang dari hukum dan ketertiban yang disebabkan oleh
keterbatasan pengetahuan dan pengertian terhadap realita kehidupan, anak-anak
lebih mudah belajar dengan contoh-contoh yang diterimanya dari aturan-aturan
yang bersifat memaksa.
Sobur
(1988), mengartikan anak sebagai orang yang mempunyai pikiran, perasaan, sikap
dan minat berbeda dengan orang dewasa dengan segala keterbatasan. Haditono
(dalam Damayanti, 1992), berpendapat bahwa anak merupakan mahluk yang
membutuhkan pemeliharaan, kasih sayang dan tempat bagi perkembangannya. Selain
itu anak merupakan bagian dari keluarga, dan keluarga memberi kesempatan bagi
anak untuk belajar tingkah laku yang penting untuk perkembangan yang cukup baik
dalam kehidupan bersama.
C. Perkembangan Agama Pada Anak
Menurut penelitian Ernest Harms perkembangan anak-anak itu
mengalami beberapa fase (tingkatan). Didalam bukunya The Thevelopment of
religious on children ia mengatakan bahwa perkembangan pada anak-anak
itu melalui tiga tingkatan :
1) The fairy stage (tingkat
dongeng)
Tingkatan ini dimulai anak yang berusia 3-6 tahun, pada tingkatan
ini konsep mengenai tuhan lebih banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi. Pada
tingkat perkembangan ini anak menghayati konsep ke-Tuhanan sesuai dengan
tingkat intelektualnya.
2) The realistic stage (tingkat
kenyataan)
Tingkat ini dimulai sejak anak masuk sekolah dasar sampai ke usia
(masa usia) adolensense. Pada masa ini ide ke-Tuhanan anak sudah mencerminkan
konsep-konsep yang berdasarkan pada kenyataan (realis). Konsep ini melalui
lembaga-lembaga keagamaan dan pengajarn agama dari orang dewasa lainnya.
3) The individual stage (tingkat
individu)
Pada tingkat ini anak telah memiliki kepekaan emosi yang paling
tinggi sejalan dengan perkembangan usia mereka. Konsep ini terbagi menjadi tiga
:
a.
Konsep
ketuhanan yang konvesional dan konservatif dengan dipengaruhi sebagian kecil
fantasi. Hal tersebut dipengaruhi oleh pengaruh luar.
b.
Konsep
ke-Tuhanan yang murni yang dinyatakan dalam pandangan yang bersifat personal
(perorangan).
c.
Konsep
ke-Tuhanan yang humanistik. Agama telah menjadi etos humanistik pada diri
mereka dalam menghayati ajaran agama. Perubahan ini dipengaruhi oleh faktor
intern yaitu perkembangan usia dan faktor ekstern berupa
pengaruh luar yang dialaminya.[3]
D. Perkembangan Moral Pada Anak
Perkembangan moral pada dasarnya merupakan interaksi, suatu
hubungan timbal balik antara anak dengan anak, antara anak dengan orang tua,
antara peserta peserta didik dengan pendidik, dan seterusnya. Unsur hubungan
timbal balik ini sedemikian penting karena hanya dengan adanya interaksi
berbagai aspek dalam diri seseorang (kognitif, afektif, psikomotorik) dengan
sesamanya atau dengan lingkungannya, maka seseorang dapat berkembang menjadi
semakin dewasa baik secara fisik, spiritual dan moral (Sjakarwi, 2006). Dengan
interaksi maka kesejajaran perkembanagan moral, kognitif dan inteligensi akan
terjadi secara harmonis. Hal itu sejalan dengan dengan pandangan Piaget bahwa
intelegensi berkembang sebagai akibat hubungan timbal balik antara unsur
keturunan dan lingkungan, hubungan itu begitu menentukan sama halnya dlam
perkembangan moral seseorang.
Perkembangan
merupakan proses dinamis yang umum dalam setiap budaya. Moral berkembang
menurut serangkaian tahap perkembangan psikologis. Kohlberg telah menunjukkan
dengan penelitiannya bahwa tahap-tahap perkembangan moral berlaku sama bagi
setiap orang, tidak memandang lingkup budaya, tempat, kelas dalam masyarakat,
kasta dan agama. Tahap-tahap perkembangan moral menurut Kohlberg menunjukkan
suatu tingkatan sistematis , urutan bertahap, dari tingkat prakonvensional
sampai pascakonvensional. Itu berarti bahwa perkembangan pengertian dan
pertimbangan moral dibatasi oleh perkembangan umur dan tahapan. Isi
pertimbangan moralnya dapat berbeda-beda, namun kerangka berpikir
pertimbangannya sama, begitu juga urutan tahap perkembangannya sama. Memang
jarang ada orang yang perkembangan moralnya mencapai tahap lima atau enam,
karena perkembangan pendewasaan moral itu tidak terjadi dengan sendirinya
secara otomatis. Orang harus mengembangkannya sendiri. Partisipasi dalam
peran-peran sosial serta hubungan antarpribadi yang dialami seseorang amat
menentukan proses perkembangan kedewasaan moralnya. Pengalaman itulah yang akan
mengajar mereka untuk berkembang mencapai tahap terakhir.
Perkembangan
moral itu bertahap, artinya kedewasaan moral seseorang hanya dapat meningkat
satu tahap lebih tinggi keatasnya. Kedewasaan moral tahap kedua hanya dapat
memahami pertimbangan moral tahap keempat. Tiap tahap yang lebih tinggi selalu
lebih umum dan kurang berpusat pada diri sendiri serta menghendaki sedikit saja
rasionalisasi. Oleh sebab itu, pendidikan moral tidak banyak artinya jika
materi tentang tahap-tahap tentang kedewasaan moral disampaikan hanya dengan
ceramah, tanpa mengajak peserta didik mengalami sendiri tingkat kedewasaan tiap
tahap dan bagaimana dapat berkembang ke satu tingkat diatasnya (Cheppy, 1988).[4]
Teori perkembangan moral pada anak
Di dalam perkembangan moral pada anak, terdapat beragai teori
seperti :
1) Teori psikoanalisa
Dalam menggambarkan perkembangan moral, teori psikoanalisa dengan
pembagian struktur kepribadian manusia ada tiga, yaitu id, ego dan superego.
Menurut psikolanalisa klasik freud, semua orang mengalami konflik oedipus.
Konflik ini akan menghasilkan pembentukan struktur kepribadian yang dinamakan
freud sebagai superego. Ketika anak mengatasi konflik oedipus ini, maka
perkembangan moral dimulai. Salah satu alasan mengapa anak mengatasi konflik
oedipus adalah perasaan khawatir akan kehilangan kasih sayang orang tua dan
ketakutan akan dihukum karena keinginan seksual mereka yang tidak dapat
diterima terhadap orang tua yang berbeda jenis kelamin.
2) Teori belajar sosial
Teori belajar sosial melihat tingkah laku moral sebagai respons
atas stimulus. Dalam hal ini, proses-proses penguatan, penghukuman, peniruan
digunakan untuk menjelaskan perilaku moral anak-anak.
3) Teori kognitif piaget
Teori piaget mengenai perkembangan moral melibatkan prinsip prinsip
dan proses proses yang sama dengan pertumbuhan kognitif yang ditemui dalam
teorinya tentang perkembangan intelektual. Bagi piaget, perkembangan moral
digambarkan melalui aturan permainan. Karena itu, hakikat moralitas adalah
kecenderungan untuk menerima dan menaati sistem peraturan.
4) Teori kohlberg
Teori kohlberg tentang perkembangan moral merupakan perluas,
modifikasi, dan redefeni atas teori piaget. Teori ini didasarkan atas
analisisnya terhadap hasil wawancara dengan anak laki-laki usia 10 hingga 16
tahun yang dihadapkan pada suatu dilema moral, dimana mereka harus memilih
antara tindakan mentaati peraturan atau memenuhi kebutuhan hidup dengan cara
yang bertentangan dengan peraturan.[5]
E.
Hambatan-Hambatan dalam Perkembangan Pada Masa
Anak
Di
dalam menuju kedewasaan beragaman, maka akan terjadi hal-hal yang kadang-kadang
mengganggu perkembangan pada anak. Perkembangan memerlukan waktu, karena
kedewasaan beragama tidak terjadi secara tiba-tiba. Dan juga perkembangan
tersebut tidaklah monoton, tetapi banyak variasi secara berirama dijumpai di
dalamnya. Menurut M. Hafi Anshari dalam bukunya yang berjudul “Dasar-Dasar
Ilmu Jiwa Agama” menyebutkan dua faktor yang menyebabkan adanya hambatan,
yaitu:
1. Faktor
diri sendiri
Dalam
hal ini ada dua yang menonjol yaitu kapasitas diri dan pengalaman. Kapasitas
diri berupa kemampuan ilmiah (ratio) dalam menerima ajaran-ajaran agama. Di
sini akan terlihat perbedaan antara anak yang mampu dan kurang mampu dalam
menerima agama. Bagi yang mampu menerima dengan rationya, mereka akan
menghayati dan kemudian mengamalkan ajaran-ajaran agama itu dengan baik.
Namun
lain lagi dengan anak yang kurang mampu menerima dengan rationya, dia akan
lebih banyak terganggu kepada kondisi masyarakat yang ada. Dalam keaktifan
berbuat melakukan perbuatan religious sebenarnya mereka penuh keraguan dan
kebimbangan, sehingga apabila terjadi perubahan-perubahan, maka perubahan
tersebut tidaklah melalui prose berpikir sebelumnya, tetapi lebih bersifat
emosional.
Di
samping kemampuan rasional, kemampuan emosional juga akan berpengaruh terhadap
perkembangan rasa keagamaan anak, seperti dihinggapi rasa enggan untuk
mengerjakan kelakuan-kelakuan keagamaan atau keengganan merubah dari sesuatu
yang sebenarnya tidak diyakini (ragu) kepada yang tidak diragukan karena rasa
solidaritas yang terlalu besar.
Termasuk
juga faktor diri sendiri adalah pengalaman yang dimiliki. Semakin banyak dan
luas pengalaman seseorang dalam bidang keagamaan, maka akan semakin mantap dan
stabil dalam mengerjakan kelakuan-kelakuan religius, tetapi bagi anak yang
mempunyai pengalaman sedikit dan sempit maka dia akan mengalami berbagai macam
kesulitan dan akan selalu dihadapkan kepada hambatan-hambatan untuk dapat
mengerjakan ajaran agama secara mantap dan stabil. Sehingga perkembangannya
akan lebih bersifat statis.
2. Faktor
luar (lingkungan)
Faktor
luar yaitu beberapa kondisi dan situasi lingkungan yang tidak banyak memberikan
kesempatan untuk berkembang, malah justru menganggap tidak perlu adanya
perkembangan dari apa yang telah ada. Faktor luar antara lain tradisi agama
atau pendidikan yang diterima. Kultur kemasyarakatan yang sudah dikuasai
tradisi tertentu dan berjalan secara turun-temurun dari satu generasi ke
generasi berikutnya, kadang-kadang terasa oleh sebagian orang sebagai suatu
belenggu yang tidak pernah selesai. Kadang-kadang tradisi itu sendiri tidak
ketemu dari mana asal-usul dan sebab musababnya, mulai kapan ada dan bagaimana
ceritanya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
penjelasan di dalam makalah ini dapat diambil kesimpulan bahwa rasa keagamaan
yang terdapat dalam diri anak bersifat instinktif (fitri), sebagaimana dalam
aspek-aspek psikis yang lainnya. Meskipun seorang anak terlahir dalam keadaan
fitrah, peran orang tua sangat pengaruh dalam perkembangan agama pada anak.
Orang tualah yang menentukan jenis pendidikan agama apa yang diberikan kepada
anaknya. Bagi orang tua yang tidak memperdulikan agama namun mengharapkan
anaknya akan memperoleh dasar keyakinan agama yang baik, hal itu tidak
memungkinkan.
Selain
ditentukan oleh peran orang tua, perkembangan agama pada anak juga sangat
ditentukan oleh pendidikan dan pengalaman. Seorang anak yang tidak mendapat
pendidikan agama dan tidak pula mempunyai pengalaman keagamaan, maka ia nanti
setelah dewasa akan cenderung terhadap sikap negatif terhadap agama. Dengan demikian
nilai-nilai ajaran agama dalam kehidupan seorang anak sebelum bersekolah, atau
sebelum mereka remaja akan memberikan pengaruh yang positif dalam tabiat anak
itu, sampai ia menjadi dewasa.
DAFTAR PUSTAKA
Anshari, M. Hafi. 1991. Dasar-Dasar Ilmu
Jiwa Agama. Surabaya: Usaha Nasional.
Crapps, Robbert W. 1994. Perkembangan
Kepribadian dan Keagamaan. Yogyakarta:
Kanisius.
Darajat, Zakiah. 1996. Ilmu Jiwa
Agama. Jakarta: Bulan Bintang.
Jalaluddin. 1996. Psikologi Agama.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Raharjo. 2002. Pengantar Ilmu Jiwa
Agama. Semarang: Pustaka Rizki Putra.
[5]
Desmita, psikologi perkembangan peserta didik, (Bandung : PT REMAJA ROSDAKARYA,
2011 ), hlm. 258-261
No comments:
Post a Comment