Breaking News
SELAMAT DATANG DI BLOG KAMI
ASSALAMU'ALAIKUM Wr.Wb

my blog

enamberita.blogspot.com

Saturday 15 October 2016

MAKALAH PERKEMBANGAN AGAMA DAN MORAL PADA ANAK



KATA PENGANTAR
             Segala puji hanya milik Allah yang senantiasa memberikan nikmat yang tiada terhingga bagi kita semua. Alhamdulillah atas ridhonya kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul ” Moral dan Keagamaan Anak ” dengan baik dan tepat waktu.
            Maksud dan tujuan penyusunan makalah ini yaitu untuk memenuhi salah satu tugas program kuliah semester pendek Mata Kuliah Psikologi Perkembangan
            Makalah ini tidak akan terwujud tanpa bantuan dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih kepada :
1.      bapak Drs. Abdul Rozaq, M.Ag. selaku Dosen pengampu Mata Kuliah Psikologi Perkembangan yang telah memberikan pengarahan terkait penyusunan makalah ini;
2.      orang tua kami yang memberikan dorongan motivasi untuk belajar dengan sungguh- sungguh;
3.      teman seperjuangan yang senantiasa memberikan motivasi agar tugas ini dapat terselesaikan sesuai waktu yang ditentukan.
            Akhirnya, semoga makalah ini bisa bermanfaat khususnya bagi kami selaku penyusun dan umumnya bagi seluruh pembaca. Tentunya kami merasa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran membangun sangat kami harapkan demi kemajuan penyusunan makalah selanjutnya di lain kesempatan.
Jepara, 23 Agustus 2016
Penulis

DAFTAR ISI
HALAMAN COVER...............................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN...................................................................................... 1
A.    LATAR BELAKANG................................................................................ 1
B.     RUMUSAN MASALAH............................................................................ 2
C.     TUJUAN PENULISAN.............................................................................. 3
BAB II. PEMBAHASAN....................................................................................... 3
A.    Pengertian Perkembangan........................................................................... 3
B.     Pengertian agama, moral, dan anak............................................................  3
C.     Perkembangan Agama Pada Anak.............................................................  5
D.    Perkembangan Moral Pada Anak...............................................................  6
E.     Hambatan-hambatan dalam Perkembangan Pada Masa Anak...................  8
BAB III. PENUTUP.............................................................................................  11
A.    KESIMPULAN......................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
            Dewasa ini perkembangan teknologi sangat gencar sekali. Hal ini terlihat dari beberapa fenomena terkait barang dan alat-alat teknologi. Salah satu contoh paling nyata adalah penggunaan telepon seluler atau ponsel. beberapa tahun yang lalu HP masih menjadi barang yang dianggap mewah dan hanya orang-orang dari kalangan tertentu yang bisa memilikinya. Jangan harap orang-orang dari kalangan ekonomi lemah bisa membelinya karena untuk makan saja pun terkadang pas-pasan. Ketika itu barang ini menjadi sebuah identitas yang membedakan status sosial seseorang.
            Seiring zaman yang terus berkembang, kini telah terjadi pergeseran yang cukup signifikan. Telepon seluler di era sekarang nampaknya merupakan barang yang wajib dimiliki oleh setiap orang termasuk orang-orang yang dikategorikan berpenghasilan rendah. Fenomena sekarang yang notabene seorang penjual sayur, ojek, bahkan pengamen sekalipun memilikinya. Hal tersebut karena harga barang teknologi yang satu ini perlahan mulai merosot seiring persaingan yang terjadi di pasar teknologi.
            Hal ini tentunya memiliki dampak positif yang sangat besar, karena dengan alat tersebut kita menjadi mudah dalam proses berkomunikasi. Tentunya bukan hanya sebatas  pada telpon seluler saja namun lingkup teknologi itu sangat luas. Kita ambil contoh lain yaitu internet. Internet adalah sebuah perkembangan teknologi yang sangat canggih. Di dalamnnya banyak fitur- fitur atau hal- hal yang bisa mempermudah kita baik dalam pencarian informasi atau proses komunikasi.
            Namun, dari semua perkembangan teknologi tersebut ada kekhawatiran dari kami terhadap perkembangan moral dan keagamaan anak. Karena dewasa ini penggunaan teknologi serupa sudah menjangkau kepada kalangan anak-anak, baik itu usia SD atau TK sekalipun.
            Dari sisi manfaat pemberian alat-alat teknologi kepada anak-anak tentunya memiliki dampak positif yang sangat besar. Akan tetapi, apakah manfaatnya lebih banyak dari madharatnya atau malah sebaliknya?.Fenomena ini menarik untuk dikaji lebih mendalam dalam sebuah pembahasan. Apakah perkembangan teknologi berpengaruh terhadap moral dan keagamaan anak ?
B.     Rumusan Masalah
1.                  Apakah pengertian perkembangan ?
2.                  Apakah pengertian Agama, moral, dan anak ?
3.                  Bagaimana perkembangan agama pada anak?
4.                  Bagaimana perkembangan moral pada anak?
5.                  Bagaimana Hambatan-Hambatan dalam Perkembangan Pada Masa Anak ?

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Perkembangan
            Dalam kamus bahasa indonesia kontemporer, perkembangan adalah perihal berkembang. Selanjutnya, kata berkembang diartikan mekar, terbuka, membentang, menjadi besar, luas, banyak dan menjadi bertambah sempurna dalam hal kepribadian, pikiran, pengetahuan dan lain sebagainya. Sedangkan pengertian perkembangan menurut istilah asingnya adalah development, merupakan rangkaian perubahan yang bersifat progresif dan teratur dari fungsi jasmaniah dan rohaniah, sebagai akibat kerjasama antara kematangan (maturation) dan pelajaran (learning).[1]
            Dari kedua definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa perkembangan tidaklah terbatas pada pengertian pertumbuhan yang semakin membesar, melainkan didalamnya juga terkandung serangkaian perubahan yang berlangsung secara terus menerus yang bersifat tetap dari fungsi fungsi jasmaniah dan rohaniah yang dimiliki individu menuju ke tahap kematangan melalui pertumbuhan, pemasakan, dan belajar.
            Perkembangan menghasilkan bentuk-bentuk dan ciri-ciri kemampuan baru yang berlangsung dari tahap aktivitas yang sederhana ketahap yang lebih tinggi. Perkembangan itu bergeraak secara berangsur angsur tetapi pasti, melalui suatu bentuk/tahap kebentuk atau tahap/bentuk berikutnya, yang kian hari kian bertambah maju, mulai dari masa pembuahan dan berakhir dengan kematian.[2]
B.     Pengertian Agama, Moral, Dan Anak
1.      Agama
            Pengertian agama: Sistem atau prinsip kepercayaan kepada adanya kekuasaan mengatur yang bersifat luar biasa yang berisi norma-norma atau peraturan yang menata bagaimana cara manusia berhubungan dengan Tuhan dan bagaimana manusia hidup yang berkelanjutan sampai sesudah manusia itu mati.
            Sebagaimana yang dijelaskan oleh Adams dan Gullota (1983), agama memberikan sebuah kerangka moral, sehingga membuat seseorang mampu membandingkan tingkah lakunya, agama dapat menstabilkan tingkah laku dan bisa memberikan penjelasan mengapa dan untuk apa seseorang berada di dunia ini, agama memberikan perlindungan rasa aman, terutama bagi remaja yang tengah mencari eksistensi dirinya.
2.      Moral
            Merupakan aturan kesusilaan yang menyangkut budi pekerti manusia yang beradab (berupa ajaran baik dan buruk, perbuatan, dan kelakuan atau akhlaq).
            Istilah moral berasal dari kata Latin “mos” (moris) yang berarti adat istiadat, kebiasaan, peraturan/nilai-nilai atau tata cara kehidupan. Sedangkan moralitas merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral.
3.      Anak
            Adalah makhluk sosial seperti juga orang dewasa. Anak membutuhkan orang lain untuk dapat membantu mengembangkan kemampuannya, karena anak lahir dengan segala kelemahan sehingga tanpa orang lain anak tidak mungkin dapat mencapai taraf kemanusiaan yang normal. Menurut John Locke (dalam Gunarsa, 1986) anak adalah pribadi yang masih bersih dan peka terhadap rangsangan-rangsangan yang berasal dari lingkungan. Augustinus (dalam Suryabrata, 1987), yang dipandang sebagai peletak dasar permulaan psikologi anak, mengatakan bahwa anak tidaklah sama dengan orang dewasa, anak mempunyai kecenderungan untuk menyimpang dari hukum dan ketertiban yang disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan pengertian terhadap realita kehidupan, anak-anak lebih mudah belajar dengan contoh-contoh yang diterimanya dari aturan-aturan yang bersifat memaksa.
            Sobur (1988), mengartikan anak sebagai orang yang mempunyai pikiran, perasaan, sikap dan minat berbeda dengan orang dewasa dengan segala keterbatasan. Haditono (dalam Damayanti, 1992), berpendapat bahwa anak merupakan mahluk yang membutuhkan pemeliharaan, kasih sayang dan tempat bagi perkembangannya. Selain itu anak merupakan bagian dari keluarga, dan keluarga memberi kesempatan bagi anak untuk belajar tingkah laku yang penting untuk perkembangan yang cukup baik dalam kehidupan bersama.
C.    Perkembangan Agama Pada Anak
            Menurut penelitian Ernest Harms perkembangan anak-anak itu mengalami beberapa fase (tingkatan). Didalam bukunya The Thevelopment of religious on children ia mengatakan bahwa perkembangan pada anak-anak itu  melalui tiga tingkatan :
1)      The fairy stage (tingkat dongeng)
            Tingkatan ini dimulai anak yang berusia 3-6 tahun, pada tingkatan ini konsep mengenai tuhan lebih banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi. Pada tingkat perkembangan ini anak menghayati konsep ke-Tuhanan sesuai dengan tingkat intelektualnya.
2)      The realistic stage (tingkat kenyataan)
            Tingkat ini dimulai sejak anak masuk sekolah dasar sampai ke usia (masa usia) adolensense. Pada masa ini ide ke-Tuhanan anak sudah mencerminkan konsep-konsep yang berdasarkan pada kenyataan (realis). Konsep ini melalui lembaga-lembaga keagamaan dan pengajarn agama dari orang dewasa lainnya.
3)      The individual stage (tingkat individu)
            Pada tingkat ini anak telah memiliki kepekaan emosi yang paling tinggi sejalan dengan perkembangan usia mereka. Konsep ini terbagi menjadi tiga :
a.       Konsep ketuhanan yang konvesional dan konservatif dengan dipengaruhi sebagian kecil fantasi. Hal tersebut dipengaruhi oleh pengaruh luar.
b.      Konsep ke-Tuhanan yang murni yang dinyatakan dalam pandangan yang bersifat personal (perorangan).
c.       Konsep ke-Tuhanan yang humanistik. Agama telah menjadi etos humanistik pada diri mereka dalam menghayati ajaran agama. Perubahan ini dipengaruhi oleh faktor intern  yaitu perkembangan usia dan faktor ekstern  berupa pengaruh luar yang dialaminya.[3]

D.    Perkembangan Moral Pada Anak
            Perkembangan moral pada dasarnya merupakan interaksi, suatu hubungan timbal balik antara anak dengan anak, antara anak dengan orang tua, antara peserta peserta didik dengan pendidik, dan seterusnya. Unsur hubungan timbal balik ini sedemikian penting karena hanya dengan adanya interaksi berbagai aspek dalam diri seseorang (kognitif, afektif, psikomotorik) dengan sesamanya atau dengan lingkungannya, maka seseorang dapat berkembang menjadi semakin dewasa baik secara fisik, spiritual dan moral (Sjakarwi, 2006). Dengan interaksi maka kesejajaran perkembanagan moral, kognitif dan inteligensi akan terjadi secara harmonis. Hal itu sejalan dengan dengan pandangan Piaget bahwa intelegensi berkembang sebagai akibat hubungan timbal balik antara unsur keturunan dan lingkungan, hubungan itu begitu menentukan sama halnya dlam perkembangan moral seseorang.
            Perkembangan merupakan proses dinamis yang umum dalam setiap budaya. Moral berkembang menurut serangkaian tahap perkembangan psikologis. Kohlberg telah menunjukkan dengan penelitiannya bahwa tahap-tahap perkembangan moral berlaku sama bagi setiap orang, tidak memandang lingkup budaya, tempat, kelas dalam masyarakat, kasta dan agama. Tahap-tahap perkembangan moral menurut Kohlberg menunjukkan suatu tingkatan sistematis , urutan bertahap, dari tingkat prakonvensional sampai pascakonvensional. Itu berarti bahwa perkembangan pengertian dan pertimbangan moral dibatasi oleh perkembangan umur dan tahapan. Isi pertimbangan moralnya dapat berbeda-beda, namun kerangka berpikir pertimbangannya sama, begitu juga urutan tahap perkembangannya sama. Memang jarang ada orang yang perkembangan moralnya mencapai tahap lima atau enam, karena perkembangan pendewasaan moral itu tidak terjadi dengan sendirinya secara otomatis. Orang harus mengembangkannya sendiri. Partisipasi dalam peran-peran sosial serta hubungan antarpribadi yang dialami seseorang amat menentukan proses perkembangan kedewasaan moralnya. Pengalaman itulah yang akan mengajar mereka untuk berkembang mencapai tahap terakhir.
            Perkembangan moral itu bertahap, artinya kedewasaan moral seseorang hanya dapat meningkat satu tahap lebih tinggi keatasnya. Kedewasaan moral tahap kedua hanya dapat memahami pertimbangan moral tahap keempat. Tiap tahap yang lebih tinggi selalu lebih umum dan kurang berpusat pada diri sendiri serta menghendaki sedikit saja rasionalisasi. Oleh sebab itu, pendidikan moral tidak banyak artinya jika materi tentang tahap-tahap tentang kedewasaan moral disampaikan hanya dengan ceramah, tanpa mengajak peserta didik mengalami sendiri tingkat kedewasaan tiap tahap dan bagaimana dapat berkembang ke satu tingkat diatasnya (Cheppy, 1988).[4]
     Teori perkembangan moral pada anak
Di dalam perkembangan moral pada anak, terdapat beragai teori seperti :
1)      Teori psikoanalisa
            Dalam menggambarkan perkembangan moral, teori psikoanalisa dengan pembagian struktur kepribadian manusia ada tiga, yaitu id, ego dan superego. Menurut psikolanalisa klasik freud, semua orang mengalami konflik oedipus. Konflik ini akan menghasilkan pembentukan struktur kepribadian yang dinamakan freud sebagai superego. Ketika anak mengatasi konflik oedipus ini, maka perkembangan moral dimulai. Salah satu alasan mengapa anak mengatasi konflik oedipus adalah perasaan khawatir akan kehilangan kasih sayang orang tua dan ketakutan akan dihukum karena keinginan seksual mereka yang tidak dapat diterima terhadap orang tua yang berbeda jenis kelamin.
2)      Teori belajar sosial
            Teori belajar sosial melihat tingkah laku moral sebagai respons atas stimulus. Dalam hal ini, proses-proses penguatan, penghukuman, peniruan digunakan untuk menjelaskan perilaku moral anak-anak.
3)      Teori kognitif piaget
            Teori piaget mengenai perkembangan moral melibatkan prinsip prinsip dan proses proses yang sama dengan pertumbuhan kognitif yang ditemui dalam teorinya tentang perkembangan intelektual. Bagi piaget, perkembangan moral digambarkan melalui aturan permainan. Karena itu, hakikat moralitas adalah kecenderungan untuk menerima dan menaati sistem peraturan.
4)      Teori kohlberg
            Teori kohlberg tentang perkembangan moral merupakan perluas, modifikasi, dan redefeni atas teori piaget. Teori ini didasarkan atas analisisnya terhadap hasil wawancara dengan anak laki-laki usia 10 hingga 16 tahun yang dihadapkan pada suatu dilema moral, dimana mereka harus memilih antara tindakan mentaati peraturan atau memenuhi kebutuhan hidup dengan cara yang bertentangan dengan peraturan.[5]
E.     Hambatan-Hambatan dalam Perkembangan Pada Masa Anak
            Di dalam menuju kedewasaan beragaman, maka akan terjadi hal-hal yang kadang-kadang mengganggu perkembangan pada anak. Perkembangan memerlukan waktu, karena kedewasaan beragama tidak terjadi secara tiba-tiba. Dan juga perkembangan tersebut tidaklah monoton, tetapi banyak variasi secara berirama dijumpai di dalamnya. Menurut M. Hafi Anshari dalam bukunya yang berjudul “Dasar-Dasar Ilmu Jiwa Agama” menyebutkan dua faktor yang menyebabkan adanya hambatan, yaitu:

1.      Faktor diri sendiri
            Dalam hal ini ada dua yang menonjol yaitu kapasitas diri dan pengalaman. Kapasitas diri berupa kemampuan ilmiah (ratio) dalam menerima ajaran-ajaran agama. Di sini akan terlihat perbedaan antara anak yang mampu dan kurang mampu dalam menerima agama. Bagi yang mampu menerima dengan rationya, mereka akan menghayati dan kemudian mengamalkan ajaran-ajaran agama itu dengan baik.
            Namun lain lagi dengan anak yang kurang mampu menerima dengan rationya, dia akan lebih banyak terganggu kepada kondisi masyarakat yang ada. Dalam keaktifan berbuat melakukan perbuatan religious sebenarnya mereka penuh keraguan dan kebimbangan, sehingga apabila terjadi perubahan-perubahan, maka perubahan tersebut tidaklah melalui prose berpikir sebelumnya, tetapi lebih bersifat emosional.
            Di samping kemampuan rasional, kemampuan emosional juga akan berpengaruh terhadap perkembangan rasa keagamaan anak, seperti dihinggapi rasa enggan untuk mengerjakan kelakuan-kelakuan keagamaan atau keengganan merubah dari sesuatu yang sebenarnya tidak diyakini (ragu) kepada yang tidak diragukan karena rasa solidaritas yang terlalu besar.
            Termasuk juga faktor diri sendiri adalah pengalaman yang dimiliki. Semakin banyak dan luas pengalaman seseorang dalam bidang keagamaan, maka akan semakin mantap dan stabil dalam mengerjakan kelakuan-kelakuan religius, tetapi bagi anak yang mempunyai pengalaman sedikit dan sempit maka dia akan mengalami berbagai macam kesulitan dan akan selalu dihadapkan kepada hambatan-hambatan untuk dapat mengerjakan ajaran agama secara mantap dan stabil. Sehingga perkembangannya akan lebih bersifat statis.
2.      Faktor luar (lingkungan)
            Faktor luar yaitu beberapa kondisi dan situasi lingkungan yang tidak banyak memberikan kesempatan untuk berkembang, malah justru menganggap tidak perlu adanya perkembangan dari apa yang telah ada. Faktor luar antara lain tradisi agama atau pendidikan yang diterima. Kultur kemasyarakatan yang sudah dikuasai tradisi tertentu dan berjalan secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya, kadang-kadang terasa oleh sebagian orang sebagai suatu belenggu yang tidak pernah selesai. Kadang-kadang tradisi itu sendiri tidak ketemu dari mana asal-usul dan sebab musababnya, mulai kapan ada dan bagaimana ceritanya.
  

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
            Berdasarkan penjelasan di dalam makalah ini dapat diambil kesimpulan bahwa rasa keagamaan yang terdapat dalam diri anak bersifat instinktif (fitri), sebagaimana dalam aspek-aspek psikis yang lainnya. Meskipun seorang anak terlahir dalam keadaan fitrah, peran orang tua sangat pengaruh dalam perkembangan agama pada anak. Orang tualah yang menentukan jenis pendidikan agama apa yang diberikan kepada anaknya. Bagi orang tua yang tidak memperdulikan agama namun mengharapkan anaknya akan memperoleh dasar keyakinan agama yang baik, hal itu tidak memungkinkan.
            Selain ditentukan oleh peran orang tua, perkembangan agama pada anak juga sangat ditentukan oleh pendidikan dan pengalaman. Seorang anak yang tidak mendapat pendidikan agama dan tidak pula mempunyai pengalaman keagamaan, maka ia nanti setelah dewasa akan cenderung terhadap sikap negatif terhadap agama. Dengan demikian nilai-nilai ajaran agama dalam kehidupan seorang anak sebelum bersekolah, atau sebelum mereka remaja akan memberikan pengaruh yang positif dalam tabiat anak itu, sampai ia menjadi dewasa.


DAFTAR PUSTAKA

Anshari, M. Hafi. 1991. Dasar-Dasar Ilmu Jiwa Agama. Surabaya: Usaha Nasional.
Crapps, Robbert W. 1994. Perkembangan Kepribadian dan             Keagamaan. Yogyakarta: Kanisius.
Darajat, Zakiah. 1996. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang.
Jalaluddin. 1996. Psikologi Agama. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Raharjo. 2002. Pengantar Ilmu Jiwa Agama. Semarang: Pustaka Rizki Putra.



[1] Romlah, psikologi pendidikan, (Malang : Universitas muhammadiyah malang , 2004) hlm. 90-91
[2] Desmita, psikologi perkembangan peserta didik, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2009 ) hlm. 9
[3] http://notesofdaa.blogspot.com/2013/06/perkembangan-keagamaan-pada-anak-anak.html Jam 21:30
[4] Sutarjo Adisusilo, Pembelajaran Nilai-Karakter, (Depok: Raja Grafindo Persada, 2012), hlm. 4-5
[5] Desmita, psikologi perkembangan peserta didik, (Bandung : PT REMAJA ROSDAKARYA, 2011 ), hlm. 258-261

No comments:

Post a Comment

Designed By