Breaking News
SELAMAT DATANG DI BLOG KAMI
ASSALAMU'ALAIKUM Wr.Wb

my blog

enamberita.blogspot.com

Friday 13 November 2015

PSIKOLOGI AGAMA





A. PENGERTIAN PSIKOLOGI AGAMA

1. Pengertian Psikologi

           Psikologi berasal dari perkataan yunani psyce yang artinya jiwa, dan logos yang artinya ilmu. Jadi secara etimologi psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai macam-macam gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya ( ilmu jiwa ). Secara umum, psikologi diartikan ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia atau ilmu yang mempelajari gejala-gejala jiwa manusia.

Psikologi Menurut Beberapa Ahli:
  • Menurut Dr. Singgih Dirgagunarsa bahwa Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia.
  • Menurut plato dan Aristoteles Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari teentang hakekat jiwa serta prosesnya sampai akhir. 
  • Menurut Clifford T. Morgan Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan hewan.
  • Menurut H. Sumardi, MSI Psikologi adalah ilmu yang meneliti dan mempelajari sikap serta tingkah laku manusia sebagai gambaran dari gejala jiwa yang berada di belakangnya.
  • Menurut Ricard H. Thouless Psikologi adalah ilmu tentang tingkah laku pengalaman manusia.
  • Menurut Jalaluddin Psikologi adalah imu yang mempalajari gejala jiwa manusia yanng normal, dewasa, dan beradab.

2. Pengertian Agama

Agama sebagai bentuk keyakinan, memang sulit diukur secara tepat dan rinci. Banyak para ahli yang berpendapat tentang arti agama, diantaranya :
  • Menurut Harun Nassution, arti agama berdasarkan asal kata, yaitu al-din, religi ( relege, religare ) dan agama. Dalam bahasa semit al-Din berarti undang-undang atau hukum. Dalam bahasa Arab, Agama ( Ad-din ) artinya hukum, ikatan, dan peraturan. Dalam bahasa latin kata religi ( relege ) berarti mengumpulkan dan membaca ;yang kemudian menjadi kata religare yang berarti mengikat.
  • Agama adalah ikatan yang harus dipegang dan dipenuhi manusia. Ikatan adalah kekuatan yang lebih tinggi dari manusia yang tidak dapat ditangkap keduanya, namun mampu mewarnai kehidupan.
  • Menurut Harun Nassution, Agama harus mempunyai 4 aspek yaitu : (1). Kekuatan gaib (2). Keyakinan terhadap kekuatan gaib (3). Respon (4). Paham adanya yang kudus.
  • Menurut Robert H. Thouless, fakta menunjukkan bahwa agama berpusat pada Tuhan atau Dewa- Dewa sebagai ukuran yang menentukan yang tak boleh diabaikan ( keyakinan tentang dunia lain ). Ia mendefinisikan agama adalah sikap /cara penyesuaian diri terhadap dunia yang mencangkup acuan yang menunjukkan ingkungan lebih luas daripada dunia fiisik yang terikat ruang dan waktu—the spatio-temporal physical world ( dunia spiritual ).
3. Pengertian Psikologi Agama

       Psikologi agama terdiri dari dua paduan kata, yakni psikologi dan agama. Kedua kata ini mempunyai makna yang berbeda. Psikologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari gejala jiwa manusia yang normal, dewasa dan beradab. (Jalaluddin, 1979: 77). Sedangkan agama memiliki sangkut paut dengan kehidupan batin manusia. Menurut Harun Nasution, agama berasal dari kata Al Din yang berarti undang-undang atau hukum, religi (latin) atau relegere berarti mengumpulkan dan membaca. Kemudian religare berarti mengikat. Dan kata agama terdiri dari tidak, “gama”; pergi yang berarti tetap ditempat atau diwarisi turun menurun .

        Dari definisi tersebut, psikologi agama meneliti dan menelaah kehidupan beragama pada seseorang dan mempelajari berapa besar pengaruh keyakinan agama itu dalam sikap dan tingkah laku, serta keadaaan hidup pada umumnya, selain itu juga mempelajari pertumbuhan dan perkembangan jiwa agama pada seseorang, serta faktor-faktor yang mempengaruhi keyakinan tersebut (Zakiyah darajat dikutip oleh Jalaluddin, 2004: 15)

         Robert Thouless, Psikologi agama adalah cabang dari psikologi yang bertujuan mengembangkan pemahaman terhadap perilaku keagamaan dengan mengaplikasikan prinsip-prinsip psikologi yang dipungut dari kajian terhadap perilaku bukan keagamaan.  Menurut Prof. Dr. Zakiah Daradjat, psikologi agama meneliti dan menelaah kehidupan beragama pada seseorang dan mempelajari berapa besar pengaruh keyakinan agama itu dalam sikap dan tingkah laku serta keadaan hidup pada umumnya. Selain ittu juga mempelajaripertumbuhan dan perkembangan jiwa agma pada seseorang, serta faktor-faktor yang mempengaruhi keyakinan tersebut. Psikologi agama merupakan cabang psikologi yang meneliti dan mempelajari tingkah laku mannusia dalam hubungan dengan pengaruh keyakinan terhadap agama yang dianutnya serta dalam kaitannya dengan perkembangan usia masing-masing.


B.  RUANG LINGKUP PSIKOLOGI AGAMA

       Berkaitan dengan ruang lingkup dari psikologi agama, maka ruang kajiannya adalah mencakup kesadaran agama yang berarti bagian/ segi agama yang hadir dalam pikiran, yang merupakan aspek mental dari aktivitas agama, dan pengalaman agama berarti unsur perasaan dalam kesadaran beragama yakni perasaan yang membawa kepada keyakinan yang dihasilkan oleh tindakan (amaliah) dengan kata lain bahwa psikologi agama mempelajari kesadaran agama pada seseorang yang pengaruhnya terlihat dalam kelakuan dan tindakan agama orang itu dalam hidupnya. (Jalaluddin, 2004: 17)

       Dalam hal ini psikologi agama telah dimanfaatkan dalam berbagai ruang kehidupan, misalnya dalam bidang pendidikan, perusahaan, pengobatan, penyuluhan narapidana di LP dan pada bidang- bidang lainnya.

      Sebagai disiplin ilmu yang otonom, psikologi agama memiliki ruang lingkup pembahasannya tersendiri yangg dibedakan dari disiplin ilmu yang mempelajari maslah agama lainnya. Pernyataan Robert Thouless, memusatkan kajiannya pada agama agama yang hidup dalam budaya suatu kelompok / masyarakat itu sendiri. Kajiannya terpusat pada pemahaman terhadap perilaku keagamaan dengan menggunakan psikologi.

     Menurut Zakiyah Daradjat, ruang lingkup yang menjadi lapangan kajian psikologi agama mengenai:
  1. Bermacam-macam emosi yang menjalar di luar kesadaran yang ikut serta dalam kehidupan beragama orang biasa ( umum ). Contoh : perasaan tenang, pasrah dan menyerah.
  2. Bagaimana perasaan dan pengalaman seseorang secara individual terhadap Tuhannya. Contohnya: kelegaan batin.
  3. Mempelajari, meneliti dan menganalisis pengaruh kepercayaan akan adanya hidup sesudah mati/ akhirat pada tiap-tiap orang.
  4. Meneliti dan mempelajari kesadaran dan perasaan orang terhadap kepercayaan yang berhubungan dengan surga dan neraka serta dosa dan pahala yang turut memberi pengaruh terhadap sikap dan tingkah lakunya dalam kehidupan.
  5. Meneliti dan mempelajari bagaimana pengaruh penghayatan seseorang terhadap ayat-ayat suci kelegaan batinnya. Semua itu tercangakup dalam kesadaraberagama (religious counsciousness) dan pengalaman agama ( religious experience ).






C. MANFAAT PSIKOLOGI AGAMA

      Diantara kegunaan psikologi agama yaitu sejalan dengan ruang lingkup kajiannya telah banyak memberi sumbangan dalam memecahkan persoalan kehidupan manusia kaitannya dengan agama yang dianutnya, perasaan keagamaan itu dapat mempengaruhi ketentraman batinnya baik konflik itu terjadi pada diri seseorang hingga ia menjadi lebih taat menjalankan ajaran agamanya maupun tidak.
Psikologi agama dapat di manfaatkan dalam berbagai lapangan kehidupan seperti dalam bidang pendidikan, psikoterapi dan dalam lapangan lain dalam kehidupan.
      Di bidang industri, psikologi juga dapat dimanfaatkan. Misalnya, adanya ceramah agama islam guna untuk menyadarkan para buruh dari perbuatan yang tak terpuji dan merugikan perusahaan.
Dalam banyak kasus, pendekatan psikologi agama, baik langsung maupun tidak langsung dapat digunakan untuk membangkitkan perasaan dan kesadaran beragama. Selain itu dalam pendidikan psikologi agama dapat difungsikan pada pembinaan moral dan mental keagamaan peserta didik.



D. PSIKOLOGI AGAMA DALAM ISLAM

Secara terminologis memang psikologi agama tidak dijumpai dalam kepustakaan Islam klasik, karena latar belakang sejarah perkembangannya bersumber dari literature Barat. Dan dikalangan barat yang mula-mula menggunakan sebutan Psikologi Agama adalah Edwin Diller Starbuck melalui karangannya Psycology of Religion yang terbit tahun 1899. Namun hal ini tidak berarti bahwa diluar itu studi yang berkaitan dengan psikologi agama belum pernah dilakukan oleh para ilmuan non-Barat.
Di kalangan muslim kajian-kajian dalam psikologi agama mulai dilakukan sekitar pertengahan abad-20, permasalahan yang ada sangkut pautnya dengan bidang kajian ini sudah berlangsung sejak awal-awal perkembangan Islam. Kenyataan ini dapat dilihat dari berbagai konsep ajaran Islam yang dapat dijadikan acuan dalam studi psikologi agama ini.
Manusia menurut terminology Al-Qur’an dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Manusia disebut al-basyar berdasarkan pendekatan aspek biologisnya. Dari sudut pandang ini manusia dilihat sebagai makhluk biologis yang memiliki dorongan primer (makan, minum, hubungan seksual) dan makhluk generatif (berketurunan). Sedangkan dilihat dari fungsi dan potensi yang dimiliknya manusia disebut al-insan. Kemudian manusia disebut Al- Anas, yang umumnya dilihat dari sudut pandang hubungan social yang dilakukan. Tetapi yang jelas unsure-unsur psikis manusia itu menurut konsep Islam senantiasa dihubungkan dengan nilai-nilai agama. Nafs terbagi menjadi tiga, nafs muthmainah, yang memberi ketenangan batin. Nafs ammarah, yang mendorong ketindakan negative. Dan nafs lawwamah yang menyadarkan manusia dari kesalahan hingga timbul penyesalan.
 Dalam pengertian umum Al-Qur’an menyebut manusia sebagai Bani Adam. Konsep ini untuk mennggambarkan nilai-nilai Unifersal yang ada pada diri setiap manusia tanpa melihat latar belakang perbedaan jenis kelamin, ras dan suku bangsa atau aliran kepercayaan masing-maasing. Bani Adam menggambarkan kesamaan dan persamaan manusia, dan tampaknya lebih ditekankan pada aspek fisik. Walaupun tidak sama persis dengan konsep Homo (makhluk manusia), namun dari sudut pandang ini pemahaman konsep Barat tentang konsep Bani Adam ini. Bedanya tentang kemakhlukannya.

E.  PSIKOLOGI AGAMA DAN PENDIDIKAN ISLAM

Pendidikan Islam disini diartikan sebagai upaya sadar yang dilakukan oleh mereka yang memiliki tanggung jawab terhadap pembinaan, bimbingan, pengembangan serta pengarahan potensi yang dimiliki anak agar mereka mereka dapat berfungsi dan berperan sebagaimana hakikat kejadiannya. Jadi dalam pengertian ini pendidikan Islam tidak dibatasi oleh institusi (kelembagaan) ataupun lapangan pendidikan tertentu. Pendidikan Islam diartikan dalam ruang lingkup yang luas.

Pendidikan Islam dalam konteks pengertian seperti yang dianjurkan Rasulullah SAW inilah yang dimaksud dengan pendidikan Islam dalam arti yang sebenarnya. Dalam kaitan ini, pendidikan Islam erat kaitannya dengan psikologi agama. Bahkan psikologi agama digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam pelaksanaan pendidikan Islam. Salah satu contoh mengenai bagaimana hubungan antara psikologi agama dan Pendidikan Islam diawal-awal perkembangan agama ini yaitu : Pada suatu hari Rasul Allah Saw didatangi seorang laki-laki yang masih awam tentang Islam. Laki-laki tersebut menanyakan tentang kewajiban Islam yang harus dipatuhi oleh penganutnya Rasul Allah Saw menjelaskan kelima prinsip (rukun) Islam kepada laki-laki dimaksud.

Setelah mendengarkan penjelasan itu, maka orang tadi mengakatan kepada Rasul : “Demi Allah, aku tidak akan menambah atau mengurangi”. Dan setelah orang tersebut berlalu, maka Rasul menyatakan, bahwa jika laki-laki itu konsisten dengan apa yang dikatannya, maka ganjarannya adalah syurga (Bukhari : 19).

Contoh di atas merupakan realisasi dari anjuran Rasul Allah Saw sendiri agar dalam memberikan pendidikan harus disesuaikan dengan kadar kemampuan atas nalar seseorang. Dengan demikian dalam menghadapi orang yang masih awam terhadap agama berbeda dengan menghadapi orang yang memiliki latar belakang pendidikan agama. Sebaliknya menghadapi orang dewasa harus dibedakan dengan cara menghadapi anak-anak dalam mengajarkan agama.

Pendekatan psikologi agama dalam pendidikan Islam ternyata telah dilakukan di priode awal perkembangan Islam itu sendiri. Fungsi dan peran orang tua sebagai teladan yang terdekat kepada anak telah diakui dalam pendidikan Islam. Bahkan agama dan keyakinan seorang anak dinilai sangat tergantung dari keteladanan pada orang tua mereka. Tak mengherankan jika Sigmund Freud (1856-1939) menyatakan bahwa keberagaman anak berpola dari tingkah laku bapaknya. Baik buruknya citra bapak akan ikut mempengaruhi sikap keagamaan pada anak. Bahkan menurut pendidikan Islam, bukan hanya bapak, melainkan juga ibu ikut memberi citra pada keberagaman anak-anak mereka.

Bermula dari tuntunan Al-Quran yang memuat pesan Luqman Al-Hakim kepada anaknya : Hai Anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah merupakan kezaliman yang amat besar (Q.S. 31 : 12).

Dalam informasi Al Qur’an ini terungkap bahwa seharusnya seorang bapak menuntut dan membimbing anak-anak mereka mengenal Tuhannya. Anak mengenal Tuhan melalui bimbingan  orang tua mereka. Kemudian upaya membimbing pengenalan terhadap Tuhan dan agama hendaknya dilakukan dengan penuh kasih sayang, tidak dengan perintah, melainkan melalui keteladanan orang tua.
Pembentukan jiwa keagamaan pada anak diawali sejak ia dilahirkan. Kepadanya diperdengarkan kalimat tauhid, dengan mengumandangkan azan ketelinga kanannya dan iqamat di telinga kirinya. Lalu pada usia ke tujuh hari (sebaiknya) sang bayi di Aqiqahkan, sekaligus diberi nama yang baik, sebagai doa dan titipan harapan orang tua agar anaknya menjadi anak yang sholeh dan diberi makanan yang bergizi dan halal.
Lebih lanjut, saat anak menginjak usia tujuh tahun, secara fisik mereka dibiasakan untuk menunaikan sholat (pembiasaan). Kemudian setelah mencapai usia sepuluh tahun, perintah untuk menunaikan shalat secara rutin dan tepat waktu. Dan diperkenalkan nilai-nilai ajaran agama. Bimbingan kejiwaan diarahkan kepada pembentukan nilai-nilai imani, sedangkan keteladanan, pembiasaan dan disiplin dititikberatkan pada pembentukan nilai-nilai amali.

    F .PENGKAJIAN PSIKOLOGI DALAM STUDI ISLAM

Dalam konteks studi islam, ada dua tipe pendekatan terhadap psikologi islami yaitu: Mengungkapkan bahwa yang dimaksud dengan psikologi dalam hubungannya dengan islam adalah konsep psikologi modern yang telah kita kenal selama ini yang telah mengalami proses filterisasi dan di dalamnya terdapat wawasan islam. Jadi, konsep-konsep atau teori aliran-aliran psikologi modern kita terima secara kritis, menurut pandangan ini, tugas kita adalah membuang konsep-konsep yang kontra atau yang anti terhadap islam.
Mereka berpandangan bahwa psikologi modern yang ada dan yang kita kenal pada selama ini bisa sja kita sebut Islami asalkan sesuai dengan pandangan islam. Salah satu aliran psikologi yang termasuk Islami adalah psikologi Humanistik. Seorang pemikir psikologi Islam berpandangan bahwa teori-teori Psikologi barat dapat kita manfaatkan dan dapat disebut psikologi Islami asalkan praktiknya berwawasan Islam. Ia mengungkapkan bahwa konsep tentang struktur kepribadian manusa yang dibangun oleh tokoh-tokoh modern seperti alam sadar, pra sadar dan tak sadar (psikoanalisis), afeksi, konasi & kognisi (Behavior) serta dimensi somatis, psikis dan neotik (Humanistik) dll, dapat kita pandang sebagai Islam setelah semua unsur dalam struktur kepribadian tersebut di ungkap dalam konsep ruh.

Dengan penekanannya pada pengembangan pribadi dan pentingnya pengalaman hidup individu di dunia, tradisi humanistik tergolong unik karena inilah satu-satunya pendekatan psikologi yang cocok dengan gagasan spiritualitas. Walaupun tidak semua pandangan ahli psikologi bersifat spiritual atau religius, walaupun Anda tidak harus menjadi seorang yang religius atau spiritual untuk menerapkan atau menarik manfaat dari psikologi humanistik, namun ada keterkaitan yang kuat antara pendekatan ini dengan keagamaan.

Berdasarkan penjabaran di atas, psikologi Islam di artikan sebagai perspektif modern dengan membuang konsep-konsep yang tidak sesuai dengan Islam. Psikologi adalah disiplin Ilmu yang sekuler dan karenanya memberikan wawasan Islam terhadap konsep psikologi modern adalah suatu cara agar konsep-konsep yang dipakai mengalami filterisasi dan tidak menyesatkan. Salah satu hal dalam psikologi yang berkaitan dengan dunia Islam sebagai berikut dalam Firman Allah (QS 41: 31), “ kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) kami di segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri”. Ayat ini hendak mengungkapkan bahwa di alam semesta ini maupun dalam diri manusia terdapat sesuatu yang menunjukkan adanya tanda-tanda kekuasaan Allah. Yang di maksud dengan “sesuatu” tersebut adalah rahasia-rahasia tentang keadaan alam dan keadaan manusia, maka jadilah manusia sebagai makhluk yang berpengetahuan dan berilmu.

hal ini bisa kita lihat lebih dalam bahwa manusia memiliki peranan penting dalam Al-qur’an, kalau diperhatikan lebih cermat, salah satu istilah yang berkenaan dengan manusia yaitu nafs yang di sebut ratusan kali, belum lagi al-naas, al basyar, dan al-insaan. Istilah tersebut menunjukkan betapa Alqur’an banyak sekali berbicara tentang manusia. Secara kompleksitas, dan bisa dijadikan lahan kajian, dalam Al-qur’an banyak yg berbicara tentang diri manusia yang berkaitan dengan psikologi seperti, Nafs, Ruh, Aql, Qolb, Fitrah, Akhlak dsb. Jiwa atau Nafs bukanlah hal yang berdiri sendiri. Ia merupakan satu kesatuan dengan keadaan badan. Antara jiwa dan badan muncul suatu kesinambungan yang mencerminkan adanya totalitas dan unitas.

Secara garis besar, psikologi juga banyak kaitannya dengan agama, menurut Jalaludin dalam bukunya Psikologi Agama, psikologi agama merupakan cabang psikologi yang meneliti dan mempelajari tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan pengaruh keyakinan terhadap agama yang dianutnya serta dalam kaitannya dengan perkembangan usia masing-masing. Menurut Prof Zakiyah Drajat, menyatakan bahwa lapangan penelitian psikologi agama mencakup proses beragama, perasaan dan kesadaran beragama dengan pengaruh dan akibat-akibat yang dirasakan sebagai hasil dari keyakinan (terhadap suatu agama yang di anut). Dalam hal ini bisa dikaitkan denga teori humanistik bahwasanya manusia adalah makhluk yang positif, manusia bisa memilih ingin menjadi seperti apa, dan tahu apa yang terbaik bagi dirinya. Dalam hal ini manusia bisa memilih akan menjalankan agama yang dianut seperti apa, mengikuti perasaan hati dan kesadaran atas apa yang dia kerjakan.

Seperti penjabaran di atas, hasil kajan psikologi juga dapat dimanfaatkan dalam berbagai lapangan kehdupan seperti kehidupan, seperti bidang pendidikan, interaksi sosial, perkembangan manusia dan lain sebagainya. Dalam bidang pendidikan di sini diartikan sebagai upaya sadar yang dilakukan oleh mereka yang memiliki tanggung jawab terhadap pembinaan, bimbingan, pengembangan serta pengarahan potensi yang dimiliki anak agar mereka dapat berfungsi dan berperan sebagai hakikat kejadiannya. Jadi dalam pengertian pendidikan Islam ini tidak hanya dibatasi oleh institusi atau lapangan pendidikan tertentu, pendidikan Islam diartikan dalam ruang lingkup yang luas. Salah satu contohnya pendidikan dalam keluarga, pendidikan pertama pada anak adalah keluarga, dari keluarga anak belajar banyak hal seperti sopan-santun, belajar mengenal agama sampai pada tolerasi dan kasih sayang. Karena ibaranya keluarga merupakan lingkungan kecil yang membentuk suatu karakter pada diri anak. Oleh sebab itu diharapka orang tua sebagai pendidik sekaligus modelling bagi anak, dapat memberikan contoh yang baik, karena pada dasarnya anak belajar dari apa yang dia lihat, apa yang dia model, hal ini kaitannya dengan psikologi perilaku (behavior)


G.  CONTOH-CONTOH STUDI ISLAM DENGAN PENDEKATAN PSIKOLOGI AGAMA

Pendekatan psikologi agama dapat di lihat contohnya dalam studi Islam. Adapun contoh psikologi agama yang digunakan dalam kajian Islam dan umat Islam dapat dilihat dalam ritual manusia dalam agama yang diyakininya. diantaranya, tentang perasaan seorang ahli tasawuf terhadap Allah, yang mana dia merasa Allah selalu hadir dalam hatinya dan dia juga selalu membiasakan lisannya untuk berzikir kepada Allah yang dilakukannya secara terus menerus dan secara sadar maka akan melekatlah di dalam hatinya dan akan menimbulkan ketentraman jiwa.

Seorang muslim yang hatinya selalu merasa tenang, bahagia, suka menolong orang lain, walaupun kehidupannya sangat sederhana. Tengah malam ia bangun untuk mengabdi pada Allah dan waktu subuh sebelum semua orang terbangun, dia telah duduk pula di tikar sholatnya, sebaliknya ada orang muslim yang cukup kaya dan banyak hartanya, namun hatinya penuh kegoncangan, tidak pernah merasa puas, di rumah tangganya selalu bertengkar. Hal ini jelas menunjukkan seberapa besar pengaruh agama dalam kehidupannya.

Begitu juga yang dapat dirasakan oleh orang biasa, seperti perasaan lega, tenang, sehabis shalat dan setelah selesai membaca al-Qur’an dan berdoa. Dan sikap seorang muslim ketika memasuki mesjid akan menunjukkan sikap hormat, dari pada orang yang menganut keyakinan lain. Sikap demikian juga akan dijumpai pada penganut agama lain saat memasuki rumah ibadahnya masing-masing. Bagi setiap penganut agama, rumah ibadah memberi pengalaman batin tersendiri yang menimbulkan reaksi terhadap tingkah laku masing-masing sesuai dengan keyakinan mereka. Seorang muslim mengucapkan salam ketika berjumpa dengan muslim lainnya, hormat kepada orang tua, menutup aurat, rela berkorban untuk kebenaran dan sebagainya adalah merupakan gejala-gejala keagamaan yang dapat dijelaskan dengan pendekatan psikologi agama.

Berapa banyak orang muslim yang berubah jalan hidupnya dan keyakinannya dalam waktu yang singkat, seperti dari seorang yang taat beribadah berubah menjadi orang yang lalai dan menentang agama, dari yang beragama Islam menjadi non Islam. Seorang muslim yang keluar dari Islam (murtad), banyak faktor yang mempengaruhinya. Untuk mengetahui faktor-faktor tersebut maka jawabannya dapat dilihat dari pendekatan psikologi. Adapun yang ingin di jawab pendekatan psikologi adalah faktor-faktor apa saja yang dapat menyebabkan seorang murtad, karena menurut psikologi agama ada dua faktor yang menyebabkan seorang murtad, yaitu faktor Intern (dalam diri) dan faktor Ekstren (faktor luar diri).

Faktor Intern (dalam diri) yang bisa mempengaruhi seseorang murtad adalah dari kepribadiannya. Secara psikologi tipe kepribadian tertentu akan mempengaruhi jiwa seseorang. Dalam penelitian William James, ia menemukan bahwa tipe melankolis memiliki kerentanan perasaan lebih mendalam yang dapat menyebabkan terjadinya konversi agama/ pindah agama dalam dirinya. Kemudian faktor pembawaan, menurut penelitian Guy E. Swanson bahwa ada semacam kecendrungan urutan kelahiran mempengaruhi konversi agama. Anak sulung dan anak yang bungsu biasanya tidak mengalami tekanan batin, sedangkan anak yang dilahirkan pada urutan antara keduanya sering mengalami stress jiwa. Kondisi yang dibawa berdasarkan urutan kelahiran itu banyak mempengaruhi terjadinya seorang murtad
.
Adapun faktor Ekstren adalah pertama, faktor keluarga, keretakan keluarga, berlainan agama, kesepian, kesulitan seksual, kurang mendapatkan pengakuan kaum kerabat dan lainnya, sehingga kondisi ini menyebabkan seorang stress dan untuk meredakan stress atau tekanan batinnya dia melakukan konversi agama. Kedua, faktor lingkungan tempat tinggal yang mana jika seseorang merasa terlempar atau tersingkir dari kehidupan di suatu tempat maka dia akan mencari tempat untuk bergantung hingga kegelisahannya hilang. Ketiga, faktor perubahan status yang mana jika perubahan status ini terjadi secara mendadak akan banyak mempengaruhi konversi agama, misalnya perceraian, kawin dengan orang yang berlainan agama, ke luar dari sekolah. Keempat, faktor kemiskinan, kondisi sosial yang sulit juga merupakan faktor yang mendorong untuk konversi agama. Masyarakat awam yang miskin cenderung untuk memeluk agama yang menjanjikan kehidupan dunia yang lebih baik. Kebutuhan mendesak akan sandang dan pangan dapat mempengaruhi.

Dari hal di atas, dapat disimpulkan bahwa tekanan batin atau stress dapat mendorong seseorang untuk melakukan konversi agama. Dalam kondisi jiwa yang tertekan, maka secara psikologis kehidupan seseorang itu kosong dan tak berdaya sehingga dia berusaha dianggap paling berjasa dalam melahirkan psikologi agama adalah Edwin Diller Starbuck, William James dan James H. Leuba. Mereka ini adalah orang-orang non muslim dan orang Barat. Setiap pendekatan untuk mencari ketenangan batin, salah satu caranya dengan konversi agama.



H.  PROBLEMATIKA PENDEKATAN PSIKOLOGI AGAMA DALAM STUDI            ISLAM

Tokoh yang mempunyai manfaat dan problematika, begitu juga dengan pendekatan psikologi agama yang mereka pelopori, banyak memberikan manfaat dan solusi dalam memecahkan berbagai problema, terutama dalam hal yang menyangkut persoalan kejiwaan yang berkaitan dengan masalah agama, dengan kata lain, bagaimana pengaruh keberagamaan terhadap proses dan kehidupan kejiwaan sehingga terlihat dalam sikap dan tingkah laku lahir ( sikap dan tindakan serta cara bereaksi) serta sikap, dan tingkah laku batin ( cara berfikir, merasa atau sikap emosi).

Dengan demikian, psikologi agama dapat dimanfaatkan oleh umat Islam untuk memberikan penjelasan ilmiah terhadap berbagai problema dan dapat pula dipakai untuk meningkatkan sumber daya manusianya. Setidaknya, psikologi agama dapat digunakan sebagai alat analisis untuk membedah berbagai permasalahan yang dihadapi umat Islam, seperti masalah kepatuhan pada aturan Allah, keterbelakangan pendidikan, dan sebagainya. Permasalahan tersebut dapat dianalisis dengan psikologi agama.

Walaupun demikian, disadari sepenuhnya bahwa sebagai ilmu yang dibangun dan dikembangkan dalam masyarakat dan budaya Barat, maka sangat mungkin kerangka pikir psikologi agama ini dipenuhi dengan pandangan-pandangan atau nilai-nilai hidup masyarakat Barat. Kenyataan yang sulit dibantah adalah psikologi lahir dengan didasarkan pada paham-paham masyarakat Barat yang sekularistik. Tak jarang kita temui pandangan-pandangan psikologi berbeda bahkan bertentangan dengan pandangan Islam.

Adapun problematika atau permasalahan yang mungkin timbul dengan digunakan psikologi agama dalam mengkaji Islam adalah tentang konsep-konsep psikologi agama yang memiliki kekurangan dan keterbatasan bahkan mungin dapat menimbulkan bias yang sangat besar, karena sering kali mereduksi Islam ke dalam pengertian-pengertian yang parsial dan tidak utuh. Selain itu, kerena titik berangkatnya pembahasan ini adalah konsep psikologi, sehingga sering kali membuat kita terjebak, yaitu memandang persoalan lebih berangkat dari pemahaman terhadap psikologi dari pada Islamnya. Dengan demikian alangkah baiknya jika kita membangun suatu konsep psikologi yang berdasarkan pada Islam dengan merujuk kepada al-Qur’an dan al-Hadis.

 
 I. SIGNIFIKASI DAN KONTRIBUSI PENDEKATAN PSIKOLOGI AGAMA                                                           DALAM STUDI ISLAM

Pada zaman sekarang ini banyak terjadi fenomena seperti adanya bunuh diri bersama di negara Jepang dan beberapa negara lainnya, fenomena pergaulan bebas (free sex), tingginya tingkat pencurian motor, pembunuhan tanpa perasaan bersalah (mutilasi), bahkan fenomena-fenomena yang bersampul agama Islam sekalipun, seperti kasus bom bunuh diri yang dilakukan oleh umat Islam, perusakan tempat-tempat hiburan di Jakarta, beberapa tahun yang lalu dan sebagainya. Apa sebenarnya yang melatarbelakangi terjadinya fenomena tersebut? Hal ini tentu tidak dapat lagi sepenuhnya dikaji dengan pendekatan teologis-normatif semata. Maka disinilah metode dan pendekatan-pendekatan lainnya mengambil peran penting, termasuk psikologi, khususnya psikologi agama.

Pendekatan psikologi agama mempunyai peranan penting dan memberikan banyak sumbangan dalam studi Islam. Psikologi agama berguna untuk mengetahui tingkat keagamaan yang dihayati, difahami, dan diamalkan seseorang muslim, misalnya kita dapat mengetahui pengaruh dari ibadah shalat, puasa, zakat, haji dan ibadah-ibadah lainnya dalam kehidupan seseorang.

Psikologi agama juga dapat digunakan sebagai alat untuk memasukkan dan menanamkan ajaran agama Islam ke dalam jiwa seseorang sesuai dengan tingkatan usianya. Dengan pengetahuan ini, maka dapat disusun langkah-langkah baru yang lebih efesien dalam menanamkan ajaran agama Islam, baik untuk masa sekarang, maupun dimasa yang akan datang. Itulah sebabnya pendekatan psikologi agama ini banyak digunakan sebagai alat untuk menjelaskan sikap keberagamaan seseorang. Dengan demikian seseorang akan memiliki tingkat kepuasan tersendiri dalam agamanya, karena seluruh persoalan hidupnya mendapat bimbingan agama.

Selain itu, psikologi agama membantu untuk mengarahkan seseorang pada pendidikan agama Islam yang tepat, seperti terhadap seorang bayi, bahkan terhadap jabang bayi yang ada dalam kandungan seorang ibu yang sedang hamil. Lebih lanjut Jalaluddin menerangkan dalam ruang lingkup yang lebih luas lagi. Jepang ternyata menggunakan pendekatan psikologi agama dalam membangun negaranya. Bermula dari mitos bahwa kaisar Jepang adalah titisan Dewa Matahari (Amiterasu Omikami), mereka dapat menumbuhkan jiwa Bushido, yaitu ketaatan terhadap pemimpin. Mitos ini telah dapat membangkitkan perasaan agama para prajurit Jepang dalam perang dunia II untuk melakukan Harakiri (bunuh diri) dan ikut dalam pasukan Kamiokaze (pasukan berani mati). Dan setelah selesai perang dunia II, jiwa Bushido tersebut bergeser menjadi etos kerja dan disiplin serta tanggung jawab moral.

Adapun kontribusi pendekatan psikologi agama dalam studi Islam adalah :
  1. Untuk membantu di dalam meneliti bagaimana latar belakang keyakinan beragama seorang muslim.
  2. Untuk membantu menyelesaikan masalah-masalah keberagamaan seorang muslim, seperti penyakit mental dan hubungannya dengan keyakinan beragama.
  3. Untuk mengetahui bagaimana hubungan manusia dengan Tuhannya dan bagaimana pengaruh hubungan tersebut terhadap prilaku dan cara berpikir.
Dalam banyak kasus, pendekatan psikologi agama, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat digunakan untuk membangkitkan perasaan dan kesadaran beragama. Pengobatan pasien di rumah-rumah sakit, usaha bimbingan dan penyuluhan nara pidana di lembaga permasyarakatan banyak dilakukan dengan cara menggunakan psikologi agama. Demikian pula dalam lapangan pendidikan, psikologi agama dapat difungsikan pada pembinaan moral dan mental keagamaan peserta didik, dan sebagainya.

  



No comments:

Post a Comment

Designed By