A. PENGERTIAN PSIKOLOGI AGAMA
1. Pengertian Psikologi
Psikologi berasal dari perkataan
yunani psyce yang artinya jiwa, dan logos yang artinya ilmu. Jadi secara
etimologi psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai
macam-macam gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya ( ilmu jiwa ). Secara
umum, psikologi diartikan ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia atau ilmu
yang mempelajari gejala-gejala jiwa manusia.
Psikologi Menurut Beberapa Ahli:
- Menurut Dr. Singgih Dirgagunarsa bahwa Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia.
- Menurut plato dan Aristoteles Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari teentang hakekat jiwa serta prosesnya sampai akhir.
- Menurut Clifford T. Morgan Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan hewan.
- Menurut H. Sumardi, MSI Psikologi adalah ilmu yang meneliti dan mempelajari sikap serta tingkah laku manusia sebagai gambaran dari gejala jiwa yang berada di belakangnya.
- Menurut Ricard H. Thouless Psikologi adalah ilmu tentang tingkah laku pengalaman manusia.
- Menurut Jalaluddin Psikologi adalah imu yang mempalajari gejala jiwa manusia yanng normal, dewasa, dan beradab.
2. Pengertian Agama
Agama sebagai bentuk keyakinan,
memang sulit diukur secara tepat dan rinci. Banyak para ahli yang berpendapat
tentang arti agama, diantaranya :
- Menurut Harun Nassution, arti agama berdasarkan asal kata, yaitu al-din, religi ( relege, religare ) dan agama. Dalam bahasa semit al-Din berarti undang-undang atau hukum. Dalam bahasa Arab, Agama ( Ad-din ) artinya hukum, ikatan, dan peraturan. Dalam bahasa latin kata religi ( relege ) berarti mengumpulkan dan membaca ;yang kemudian menjadi kata religare yang berarti mengikat.
- Agama adalah ikatan yang harus dipegang dan dipenuhi manusia. Ikatan adalah kekuatan yang lebih tinggi dari manusia yang tidak dapat ditangkap keduanya, namun mampu mewarnai kehidupan.
- Menurut Harun Nassution, Agama harus mempunyai 4 aspek yaitu : (1). Kekuatan gaib (2). Keyakinan terhadap kekuatan gaib (3). Respon (4). Paham adanya yang kudus.
- Menurut Robert H. Thouless, fakta menunjukkan bahwa agama berpusat pada Tuhan atau Dewa- Dewa sebagai ukuran yang menentukan yang tak boleh diabaikan ( keyakinan tentang dunia lain ). Ia mendefinisikan agama adalah sikap /cara penyesuaian diri terhadap dunia yang mencangkup acuan yang menunjukkan ingkungan lebih luas daripada dunia fiisik yang terikat ruang dan waktu—the spatio-temporal physical world ( dunia spiritual ).
3. Pengertian Psikologi Agama
Psikologi agama terdiri dari dua paduan
kata, yakni psikologi dan agama. Kedua kata ini mempunyai makna yang berbeda.
Psikologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari gejala jiwa manusia yang normal,
dewasa dan beradab. (Jalaluddin, 1979: 77). Sedangkan agama memiliki sangkut
paut dengan kehidupan batin manusia. Menurut Harun Nasution, agama berasal dari
kata Al Din yang berarti undang-undang atau hukum, religi (latin) atau relegere
berarti mengumpulkan dan membaca. Kemudian religare berarti mengikat. Dan kata
agama terdiri dari tidak, “gama”; pergi yang berarti tetap ditempat atau
diwarisi turun menurun .
Dari definisi tersebut, psikologi agama
meneliti dan menelaah kehidupan beragama pada seseorang dan mempelajari berapa
besar pengaruh keyakinan agama itu dalam sikap dan tingkah laku, serta keadaaan
hidup pada umumnya, selain itu juga mempelajari pertumbuhan dan perkembangan
jiwa agama pada seseorang, serta faktor-faktor yang mempengaruhi keyakinan
tersebut (Zakiyah darajat dikutip oleh Jalaluddin, 2004: 15)
Robert Thouless, Psikologi agama adalah cabang
dari psikologi yang bertujuan mengembangkan pemahaman terhadap perilaku
keagamaan dengan mengaplikasikan prinsip-prinsip psikologi yang dipungut dari
kajian terhadap perilaku bukan keagamaan. Menurut Prof. Dr. Zakiah
Daradjat, psikologi agama meneliti dan menelaah kehidupan beragama pada
seseorang dan mempelajari berapa besar pengaruh keyakinan agama itu dalam sikap
dan tingkah laku serta keadaan hidup pada umumnya. Selain ittu juga
mempelajaripertumbuhan dan perkembangan jiwa agma pada seseorang, serta
faktor-faktor yang mempengaruhi keyakinan tersebut. Psikologi agama merupakan
cabang psikologi yang meneliti dan mempelajari tingkah laku mannusia dalam
hubungan dengan pengaruh keyakinan terhadap agama yang dianutnya serta dalam
kaitannya dengan perkembangan usia masing-masing.
B.
RUANG LINGKUP PSIKOLOGI AGAMA
Berkaitan dengan ruang lingkup dari
psikologi agama, maka ruang kajiannya adalah mencakup kesadaran agama yang
berarti bagian/ segi agama yang hadir dalam pikiran, yang merupakan aspek
mental dari aktivitas agama, dan pengalaman agama berarti unsur perasaan dalam
kesadaran beragama yakni perasaan yang membawa kepada keyakinan yang dihasilkan
oleh tindakan (amaliah) dengan kata lain bahwa psikologi agama mempelajari
kesadaran agama pada seseorang yang pengaruhnya terlihat dalam kelakuan dan
tindakan agama orang itu dalam hidupnya. (Jalaluddin, 2004: 17)
Dalam hal ini psikologi agama telah
dimanfaatkan dalam berbagai ruang kehidupan, misalnya dalam bidang pendidikan,
perusahaan, pengobatan, penyuluhan narapidana di LP dan pada bidang- bidang
lainnya.
Sebagai disiplin ilmu yang otonom,
psikologi agama memiliki ruang lingkup pembahasannya tersendiri yangg dibedakan
dari disiplin ilmu yang mempelajari maslah agama lainnya. Pernyataan Robert
Thouless, memusatkan kajiannya pada agama agama yang hidup dalam budaya suatu
kelompok / masyarakat itu sendiri. Kajiannya terpusat pada pemahaman terhadap
perilaku keagamaan dengan menggunakan psikologi.
Menurut Zakiyah Daradjat, ruang lingkup
yang menjadi lapangan kajian psikologi agama mengenai:
- Bermacam-macam emosi yang menjalar di luar kesadaran yang ikut serta dalam kehidupan beragama orang biasa ( umum ). Contoh : perasaan tenang, pasrah dan menyerah.
- Bagaimana perasaan dan pengalaman seseorang secara individual terhadap Tuhannya. Contohnya: kelegaan batin.
- Mempelajari, meneliti dan menganalisis pengaruh kepercayaan akan adanya hidup sesudah mati/ akhirat pada tiap-tiap orang.
- Meneliti dan mempelajari kesadaran dan perasaan orang terhadap kepercayaan yang berhubungan dengan surga dan neraka serta dosa dan pahala yang turut memberi pengaruh terhadap sikap dan tingkah lakunya dalam kehidupan.
- Meneliti dan mempelajari bagaimana pengaruh penghayatan seseorang terhadap ayat-ayat suci kelegaan batinnya. Semua itu tercangakup dalam kesadaraberagama (religious counsciousness) dan pengalaman agama ( religious experience ).
C. MANFAAT PSIKOLOGI AGAMA
Diantara kegunaan psikologi agama yaitu
sejalan dengan ruang lingkup kajiannya telah banyak memberi sumbangan dalam
memecahkan persoalan kehidupan manusia kaitannya dengan agama yang dianutnya,
perasaan keagamaan itu dapat mempengaruhi ketentraman batinnya baik konflik itu
terjadi pada diri seseorang hingga ia menjadi lebih taat menjalankan ajaran
agamanya maupun tidak.
Psikologi agama dapat di manfaatkan
dalam berbagai lapangan kehidupan seperti dalam bidang pendidikan, psikoterapi
dan dalam lapangan lain dalam kehidupan.
Di bidang industri, psikologi juga dapat
dimanfaatkan. Misalnya, adanya ceramah agama islam guna untuk menyadarkan para
buruh dari perbuatan yang tak terpuji dan merugikan perusahaan.
Dalam banyak kasus, pendekatan
psikologi agama, baik langsung maupun tidak langsung dapat digunakan untuk
membangkitkan perasaan dan kesadaran beragama. Selain itu dalam pendidikan
psikologi agama dapat difungsikan pada pembinaan moral dan mental keagamaan
peserta didik.
D. PSIKOLOGI AGAMA DALAM ISLAM
Secara terminologis memang psikologi agama tidak dijumpai
dalam kepustakaan Islam klasik, karena latar belakang sejarah perkembangannya
bersumber dari literature Barat. Dan dikalangan barat yang mula-mula
menggunakan sebutan Psikologi Agama adalah Edwin Diller Starbuck melalui
karangannya Psycology of Religion yang terbit tahun 1899. Namun hal ini tidak
berarti bahwa diluar itu studi yang berkaitan dengan psikologi agama belum
pernah dilakukan oleh para ilmuan non-Barat.
Di kalangan muslim kajian-kajian dalam psikologi agama
mulai dilakukan sekitar pertengahan abad-20, permasalahan yang ada sangkut
pautnya dengan bidang kajian ini sudah berlangsung sejak awal-awal perkembangan
Islam. Kenyataan ini dapat dilihat dari berbagai konsep ajaran Islam yang dapat
dijadikan acuan dalam studi psikologi agama ini.
Manusia menurut terminology Al-Qur’an dapat dilihat dari
berbagai sudut pandang. Manusia disebut al-basyar berdasarkan pendekatan aspek
biologisnya. Dari sudut pandang ini manusia dilihat sebagai makhluk biologis
yang memiliki dorongan primer (makan, minum, hubungan seksual) dan makhluk
generatif (berketurunan). Sedangkan dilihat dari fungsi dan potensi yang
dimiliknya manusia disebut al-insan. Kemudian manusia disebut Al- Anas, yang
umumnya dilihat dari sudut pandang hubungan social yang dilakukan. Tetapi yang
jelas unsure-unsur psikis manusia itu menurut konsep Islam senantiasa
dihubungkan dengan nilai-nilai agama. Nafs terbagi menjadi tiga, nafs muthmainah,
yang memberi ketenangan batin. Nafs ammarah, yang mendorong ketindakan
negative. Dan nafs
lawwamah yang menyadarkan manusia dari kesalahan hingga timbul penyesalan.
Dalam
pengertian umum Al-Qur’an menyebut manusia sebagai Bani Adam. Konsep ini untuk
mennggambarkan nilai-nilai Unifersal yang ada pada diri setiap manusia tanpa
melihat latar belakang perbedaan jenis kelamin, ras dan suku bangsa atau aliran
kepercayaan masing-maasing. Bani Adam menggambarkan kesamaan dan persamaan
manusia, dan tampaknya lebih ditekankan pada aspek fisik. Walaupun tidak sama
persis dengan konsep Homo (makhluk manusia), namun dari sudut pandang ini
pemahaman konsep Barat tentang konsep Bani Adam ini. Bedanya tentang
kemakhlukannya.
E. PSIKOLOGI AGAMA DAN
PENDIDIKAN ISLAM
Pendidikan
Islam disini diartikan sebagai upaya sadar yang dilakukan oleh mereka yang
memiliki tanggung jawab terhadap pembinaan, bimbingan, pengembangan serta
pengarahan potensi yang dimiliki anak agar mereka mereka dapat berfungsi dan
berperan sebagaimana hakikat kejadiannya. Jadi dalam pengertian ini pendidikan
Islam tidak dibatasi oleh institusi (kelembagaan) ataupun lapangan pendidikan
tertentu. Pendidikan Islam diartikan dalam ruang lingkup yang luas.
Pendidikan
Islam dalam konteks pengertian seperti yang dianjurkan Rasulullah SAW inilah
yang dimaksud dengan pendidikan Islam dalam arti yang sebenarnya. Dalam kaitan
ini, pendidikan Islam erat kaitannya dengan psikologi agama. Bahkan psikologi
agama digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam pelaksanaan pendidikan
Islam. Salah satu contoh mengenai bagaimana hubungan antara psikologi agama dan
Pendidikan Islam diawal-awal perkembangan agama ini yaitu : Pada suatu hari
Rasul Allah Saw didatangi seorang laki-laki yang masih awam tentang Islam. Laki-laki
tersebut menanyakan tentang kewajiban Islam yang harus dipatuhi oleh
penganutnya Rasul Allah Saw menjelaskan kelima prinsip (rukun) Islam kepada
laki-laki dimaksud.
Setelah
mendengarkan penjelasan itu, maka orang tadi mengakatan kepada Rasul : “Demi
Allah, aku tidak akan menambah atau mengurangi”. Dan setelah orang tersebut
berlalu, maka Rasul menyatakan, bahwa jika laki-laki itu konsisten dengan apa
yang dikatannya, maka ganjarannya adalah syurga (Bukhari : 19).
Contoh
di atas merupakan realisasi dari anjuran Rasul Allah Saw sendiri agar dalam
memberikan pendidikan harus disesuaikan dengan kadar kemampuan atas nalar
seseorang. Dengan demikian dalam menghadapi orang yang masih awam terhadap
agama berbeda dengan menghadapi orang yang memiliki latar belakang pendidikan
agama. Sebaliknya menghadapi orang dewasa harus dibedakan dengan cara
menghadapi anak-anak dalam mengajarkan agama.
Pendekatan psikologi agama dalam
pendidikan Islam ternyata telah dilakukan di priode awal perkembangan Islam itu
sendiri. Fungsi dan peran orang tua sebagai teladan yang terdekat kepada anak
telah diakui dalam pendidikan Islam. Bahkan agama dan keyakinan seorang anak
dinilai sangat tergantung dari keteladanan pada orang tua mereka. Tak
mengherankan jika Sigmund Freud (1856-1939) menyatakan bahwa keberagaman anak
berpola dari tingkah laku bapaknya. Baik buruknya citra bapak akan ikut
mempengaruhi sikap keagamaan pada anak. Bahkan menurut pendidikan Islam, bukan
hanya bapak, melainkan juga ibu ikut memberi citra pada keberagaman anak-anak
mereka.
Bermula
dari tuntunan Al-Quran yang memuat pesan Luqman Al-Hakim kepada anaknya : Hai
Anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan
(Allah) adalah merupakan kezaliman yang amat besar (Q.S. 31 : 12).
Dalam
informasi Al Qur’an ini terungkap bahwa seharusnya seorang bapak menuntut dan
membimbing anak-anak mereka mengenal Tuhannya. Anak mengenal Tuhan melalui
bimbingan orang tua mereka. Kemudian upaya membimbing pengenalan terhadap
Tuhan dan agama hendaknya dilakukan dengan penuh kasih sayang, tidak dengan
perintah, melainkan melalui keteladanan orang tua.
Pembentukan
jiwa keagamaan pada anak diawali sejak ia dilahirkan. Kepadanya diperdengarkan
kalimat tauhid, dengan mengumandangkan azan ketelinga kanannya dan iqamat di
telinga kirinya. Lalu pada usia ke tujuh hari (sebaiknya) sang bayi di
Aqiqahkan, sekaligus diberi nama yang baik, sebagai doa dan titipan harapan
orang tua agar anaknya menjadi anak yang sholeh dan diberi makanan yang bergizi
dan halal.
Lebih
lanjut, saat anak menginjak usia tujuh tahun, secara fisik mereka dibiasakan
untuk menunaikan sholat (pembiasaan). Kemudian setelah mencapai usia sepuluh
tahun, perintah untuk menunaikan shalat secara rutin dan tepat waktu. Dan
diperkenalkan nilai-nilai ajaran agama. Bimbingan kejiwaan diarahkan kepada
pembentukan nilai-nilai imani, sedangkan keteladanan, pembiasaan dan disiplin
dititikberatkan pada pembentukan nilai-nilai amali.
F .PENGKAJIAN PSIKOLOGI DALAM STUDI ISLAM
Dalam
konteks studi islam, ada dua tipe pendekatan terhadap psikologi islami yaitu:
Mengungkapkan bahwa yang dimaksud dengan psikologi dalam hubungannya dengan
islam adalah konsep psikologi modern yang telah kita kenal selama ini yang
telah mengalami proses filterisasi dan di dalamnya terdapat wawasan islam.
Jadi, konsep-konsep atau teori aliran-aliran psikologi modern kita terima
secara kritis, menurut pandangan ini, tugas kita adalah membuang konsep-konsep
yang kontra atau yang anti terhadap islam.
Mereka
berpandangan bahwa psikologi modern yang ada dan yang kita kenal pada selama
ini bisa sja kita sebut Islami asalkan sesuai dengan pandangan islam. Salah
satu aliran psikologi yang termasuk Islami adalah psikologi Humanistik. Seorang
pemikir psikologi Islam berpandangan bahwa teori-teori Psikologi barat dapat
kita manfaatkan dan dapat disebut psikologi Islami asalkan praktiknya
berwawasan Islam. Ia mengungkapkan bahwa konsep tentang struktur kepribadian
manusa yang dibangun oleh tokoh-tokoh modern seperti alam sadar, pra sadar dan
tak sadar (psikoanalisis), afeksi, konasi & kognisi (Behavior) serta
dimensi somatis, psikis dan neotik (Humanistik) dll, dapat kita pandang sebagai
Islam setelah semua unsur dalam struktur kepribadian tersebut di ungkap dalam
konsep ruh.
Dengan
penekanannya pada pengembangan pribadi dan pentingnya pengalaman hidup individu
di dunia, tradisi humanistik tergolong unik karena inilah satu-satunya
pendekatan psikologi yang cocok dengan gagasan spiritualitas. Walaupun tidak
semua pandangan ahli psikologi bersifat spiritual atau religius, walaupun Anda
tidak harus menjadi seorang yang religius atau spiritual untuk menerapkan atau
menarik manfaat dari psikologi humanistik, namun ada keterkaitan yang kuat
antara pendekatan ini dengan keagamaan.
Berdasarkan
penjabaran di atas, psikologi Islam di artikan sebagai perspektif modern dengan
membuang konsep-konsep yang tidak sesuai dengan Islam. Psikologi adalah
disiplin Ilmu yang sekuler dan karenanya memberikan wawasan Islam terhadap
konsep psikologi modern adalah suatu cara agar konsep-konsep yang dipakai
mengalami filterisasi dan tidak menyesatkan. Salah satu hal dalam psikologi
yang berkaitan dengan dunia Islam sebagai berikut dalam Firman Allah (QS 41:
31), “ kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) kami
di segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri”. Ayat ini hendak
mengungkapkan bahwa di alam semesta ini maupun dalam diri manusia terdapat
sesuatu yang menunjukkan adanya tanda-tanda kekuasaan Allah. Yang di maksud
dengan “sesuatu” tersebut adalah rahasia-rahasia tentang keadaan alam dan
keadaan manusia, maka jadilah manusia sebagai makhluk yang berpengetahuan dan
berilmu.
hal
ini bisa kita lihat lebih dalam bahwa manusia memiliki peranan penting dalam
Al-qur’an, kalau diperhatikan lebih cermat, salah satu istilah yang berkenaan
dengan manusia yaitu nafs yang di sebut ratusan kali, belum lagi al-naas, al
basyar, dan al-insaan. Istilah tersebut menunjukkan betapa Alqur’an banyak
sekali berbicara tentang manusia. Secara kompleksitas, dan bisa dijadikan lahan
kajian, dalam Al-qur’an banyak yg berbicara tentang diri manusia yang berkaitan
dengan psikologi seperti, Nafs, Ruh, Aql, Qolb, Fitrah, Akhlak dsb. Jiwa atau
Nafs bukanlah hal yang berdiri sendiri. Ia merupakan satu kesatuan dengan keadaan
badan. Antara jiwa dan badan muncul suatu kesinambungan yang mencerminkan
adanya totalitas dan unitas.
Secara
garis besar, psikologi juga banyak kaitannya dengan agama, menurut Jalaludin
dalam bukunya Psikologi Agama, psikologi agama merupakan cabang psikologi yang
meneliti dan mempelajari tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan pengaruh
keyakinan terhadap agama yang dianutnya serta dalam kaitannya dengan
perkembangan usia masing-masing. Menurut Prof Zakiyah Drajat, menyatakan bahwa lapangan penelitian
psikologi agama mencakup proses beragama, perasaan dan kesadaran beragama
dengan pengaruh dan akibat-akibat yang dirasakan sebagai hasil dari keyakinan
(terhadap suatu agama yang di anut). Dalam hal ini bisa dikaitkan denga teori
humanistik bahwasanya manusia adalah makhluk yang positif, manusia bisa memilih
ingin menjadi seperti apa, dan tahu apa yang terbaik bagi dirinya. Dalam hal
ini manusia bisa memilih akan menjalankan agama yang dianut seperti apa,
mengikuti perasaan hati dan kesadaran atas apa yang dia kerjakan.
Seperti
penjabaran di atas, hasil kajan psikologi juga dapat dimanfaatkan dalam
berbagai lapangan kehdupan seperti kehidupan, seperti bidang pendidikan,
interaksi sosial, perkembangan manusia dan lain sebagainya. Dalam bidang
pendidikan di sini diartikan sebagai upaya sadar yang dilakukan oleh mereka
yang memiliki tanggung jawab terhadap pembinaan, bimbingan, pengembangan serta
pengarahan potensi yang dimiliki anak agar mereka dapat berfungsi dan berperan
sebagai hakikat kejadiannya. Jadi dalam pengertian pendidikan Islam ini tidak
hanya dibatasi oleh institusi atau lapangan pendidikan tertentu, pendidikan
Islam diartikan dalam ruang lingkup yang luas. Salah satu contohnya pendidikan
dalam keluarga, pendidikan pertama pada anak adalah keluarga, dari keluarga
anak belajar banyak hal seperti sopan-santun, belajar mengenal agama sampai
pada tolerasi dan kasih sayang. Karena ibaranya keluarga merupakan lingkungan
kecil yang membentuk suatu karakter pada diri anak. Oleh sebab itu diharapka
orang tua sebagai pendidik sekaligus modelling bagi anak, dapat memberikan
contoh yang baik, karena pada dasarnya anak belajar dari apa yang dia lihat,
apa yang dia model, hal ini kaitannya dengan psikologi perilaku (behavior)
G. CONTOH-CONTOH STUDI ISLAM DENGAN PENDEKATAN
PSIKOLOGI AGAMA
Pendekatan psikologi agama dapat di lihat contohnya dalam
studi Islam. Adapun contoh psikologi agama yang digunakan dalam kajian Islam
dan umat Islam dapat dilihat dalam ritual manusia dalam agama yang diyakininya.
diantaranya, tentang perasaan seorang ahli tasawuf terhadap Allah, yang mana
dia merasa Allah selalu hadir dalam hatinya dan dia juga selalu membiasakan
lisannya untuk berzikir kepada Allah yang dilakukannya secara terus menerus dan
secara sadar maka akan melekatlah di dalam hatinya dan akan menimbulkan
ketentraman jiwa.
Seorang muslim yang hatinya selalu merasa tenang,
bahagia, suka menolong orang lain, walaupun kehidupannya sangat sederhana.
Tengah malam ia bangun untuk mengabdi pada Allah dan waktu subuh sebelum semua
orang terbangun, dia telah duduk pula di tikar sholatnya, sebaliknya ada orang
muslim yang cukup kaya dan banyak hartanya, namun hatinya penuh kegoncangan,
tidak pernah merasa puas, di rumah tangganya selalu bertengkar. Hal ini jelas
menunjukkan seberapa besar pengaruh agama dalam kehidupannya.
Begitu juga yang dapat dirasakan oleh orang biasa,
seperti perasaan lega, tenang, sehabis shalat dan setelah selesai membaca
al-Qur’an dan berdoa. Dan sikap seorang muslim ketika memasuki mesjid akan
menunjukkan sikap hormat, dari pada orang yang menganut keyakinan lain. Sikap
demikian juga akan dijumpai pada penganut agama lain saat memasuki rumah
ibadahnya masing-masing. Bagi setiap penganut agama, rumah ibadah memberi
pengalaman batin tersendiri yang menimbulkan reaksi terhadap tingkah laku
masing-masing sesuai dengan keyakinan mereka. Seorang muslim mengucapkan salam
ketika berjumpa dengan muslim lainnya, hormat kepada orang tua, menutup aurat,
rela berkorban untuk kebenaran dan sebagainya adalah merupakan gejala-gejala
keagamaan yang dapat dijelaskan dengan pendekatan psikologi agama.
Berapa banyak orang muslim yang berubah jalan hidupnya
dan keyakinannya dalam waktu yang singkat, seperti dari seorang yang taat
beribadah berubah menjadi orang yang lalai dan menentang agama, dari yang
beragama Islam menjadi non Islam. Seorang muslim yang keluar dari Islam
(murtad), banyak faktor yang mempengaruhinya. Untuk mengetahui faktor-faktor
tersebut maka jawabannya dapat dilihat dari pendekatan psikologi. Adapun yang
ingin di jawab pendekatan psikologi adalah faktor-faktor apa saja yang dapat
menyebabkan seorang murtad, karena menurut psikologi agama ada dua faktor yang
menyebabkan seorang murtad, yaitu faktor Intern (dalam diri) dan faktor Ekstren
(faktor luar diri).
Faktor Intern (dalam diri) yang bisa mempengaruhi
seseorang murtad adalah dari kepribadiannya. Secara psikologi tipe kepribadian
tertentu akan mempengaruhi jiwa seseorang. Dalam penelitian William James, ia
menemukan bahwa tipe melankolis memiliki kerentanan perasaan lebih mendalam
yang dapat menyebabkan terjadinya konversi agama/ pindah agama dalam dirinya.
Kemudian faktor pembawaan, menurut penelitian Guy E. Swanson bahwa ada semacam
kecendrungan urutan kelahiran mempengaruhi konversi agama. Anak sulung dan anak
yang bungsu biasanya tidak mengalami tekanan batin, sedangkan anak yang
dilahirkan pada urutan antara keduanya sering mengalami stress jiwa. Kondisi
yang dibawa berdasarkan urutan kelahiran itu banyak mempengaruhi terjadinya
seorang murtad
.
Adapun faktor Ekstren adalah pertama, faktor keluarga,
keretakan keluarga, berlainan agama, kesepian, kesulitan seksual, kurang
mendapatkan pengakuan kaum kerabat dan lainnya, sehingga kondisi ini
menyebabkan seorang stress dan untuk meredakan stress atau tekanan batinnya dia
melakukan konversi agama. Kedua, faktor lingkungan tempat tinggal yang mana
jika seseorang merasa terlempar atau tersingkir dari kehidupan di suatu tempat
maka dia akan mencari tempat untuk bergantung hingga kegelisahannya hilang.
Ketiga, faktor perubahan status yang mana jika perubahan status ini terjadi
secara mendadak akan banyak mempengaruhi konversi agama, misalnya perceraian,
kawin dengan orang yang berlainan agama, ke luar dari sekolah. Keempat, faktor
kemiskinan, kondisi sosial yang sulit juga merupakan faktor yang mendorong
untuk konversi agama. Masyarakat awam yang miskin cenderung untuk memeluk agama
yang menjanjikan kehidupan dunia yang lebih baik. Kebutuhan mendesak akan
sandang dan pangan dapat mempengaruhi.
Dari hal di atas, dapat disimpulkan bahwa tekanan batin
atau stress dapat mendorong seseorang untuk melakukan konversi agama. Dalam
kondisi jiwa yang tertekan, maka secara psikologis kehidupan seseorang itu
kosong dan tak berdaya sehingga dia berusaha dianggap paling berjasa dalam
melahirkan psikologi agama adalah Edwin Diller Starbuck, William James dan
James H. Leuba. Mereka ini adalah orang-orang non muslim dan orang Barat.
Setiap pendekatan untuk mencari ketenangan batin, salah satu caranya dengan
konversi agama.
H. PROBLEMATIKA PENDEKATAN PSIKOLOGI
AGAMA DALAM STUDI ISLAM
Tokoh yang mempunyai manfaat dan problematika, begitu
juga dengan pendekatan psikologi agama yang mereka pelopori, banyak memberikan
manfaat dan solusi dalam memecahkan berbagai problema, terutama dalam hal yang
menyangkut persoalan kejiwaan yang berkaitan dengan masalah agama, dengan kata
lain, bagaimana pengaruh keberagamaan terhadap proses dan kehidupan kejiwaan
sehingga terlihat dalam sikap dan tingkah laku lahir ( sikap dan tindakan serta
cara bereaksi) serta sikap, dan tingkah laku batin ( cara berfikir, merasa atau
sikap emosi).
Dengan demikian, psikologi agama dapat dimanfaatkan oleh
umat Islam untuk memberikan penjelasan ilmiah terhadap berbagai problema dan
dapat pula dipakai untuk meningkatkan sumber daya manusianya. Setidaknya,
psikologi agama dapat digunakan sebagai alat analisis untuk membedah berbagai
permasalahan yang dihadapi umat Islam, seperti masalah kepatuhan pada aturan
Allah, keterbelakangan pendidikan, dan sebagainya. Permasalahan tersebut dapat
dianalisis dengan psikologi agama.
Walaupun demikian, disadari sepenuhnya bahwa sebagai ilmu
yang dibangun dan dikembangkan dalam masyarakat dan budaya Barat, maka sangat
mungkin kerangka pikir psikologi agama ini dipenuhi dengan pandangan-pandangan
atau nilai-nilai hidup masyarakat Barat. Kenyataan yang sulit dibantah adalah
psikologi lahir dengan didasarkan pada paham-paham masyarakat Barat yang
sekularistik. Tak jarang kita temui pandangan-pandangan psikologi berbeda bahkan
bertentangan dengan pandangan Islam.
Adapun problematika atau permasalahan yang mungkin timbul
dengan digunakan psikologi agama dalam mengkaji Islam adalah tentang
konsep-konsep psikologi agama yang memiliki kekurangan dan keterbatasan bahkan
mungin dapat menimbulkan bias yang sangat besar, karena sering kali mereduksi
Islam ke dalam pengertian-pengertian yang parsial dan tidak utuh. Selain itu,
kerena titik berangkatnya pembahasan ini adalah konsep psikologi, sehingga
sering kali membuat kita terjebak, yaitu memandang persoalan lebih berangkat
dari pemahaman terhadap psikologi dari pada Islamnya. Dengan demikian alangkah
baiknya jika kita membangun suatu konsep psikologi yang berdasarkan pada Islam
dengan merujuk kepada al-Qur’an dan al-Hadis.
I. SIGNIFIKASI DAN
KONTRIBUSI PENDEKATAN PSIKOLOGI AGAMA DALAM STUDI
ISLAM
Pada zaman sekarang ini banyak terjadi fenomena seperti
adanya bunuh diri bersama di negara Jepang dan beberapa negara lainnya,
fenomena pergaulan bebas (free sex), tingginya tingkat pencurian motor,
pembunuhan tanpa perasaan bersalah (mutilasi), bahkan fenomena-fenomena yang
bersampul agama Islam sekalipun, seperti kasus bom bunuh diri yang dilakukan
oleh umat Islam, perusakan tempat-tempat hiburan di Jakarta, beberapa tahun
yang lalu dan sebagainya. Apa sebenarnya yang melatarbelakangi terjadinya
fenomena tersebut? Hal ini tentu tidak dapat lagi sepenuhnya dikaji dengan
pendekatan teologis-normatif semata. Maka disinilah metode dan
pendekatan-pendekatan lainnya mengambil peran penting, termasuk psikologi,
khususnya psikologi agama.
Pendekatan psikologi agama mempunyai peranan penting dan
memberikan banyak sumbangan dalam studi Islam. Psikologi agama berguna untuk
mengetahui tingkat keagamaan yang dihayati, difahami, dan diamalkan seseorang
muslim, misalnya kita dapat mengetahui pengaruh dari ibadah shalat, puasa,
zakat, haji dan ibadah-ibadah lainnya dalam kehidupan seseorang.
Psikologi agama juga dapat digunakan sebagai alat untuk
memasukkan dan menanamkan ajaran agama Islam ke dalam jiwa seseorang sesuai
dengan tingkatan usianya. Dengan pengetahuan ini, maka dapat disusun
langkah-langkah baru yang lebih efesien dalam menanamkan ajaran agama Islam,
baik untuk masa sekarang, maupun dimasa yang akan datang. Itulah sebabnya
pendekatan psikologi agama ini banyak digunakan sebagai alat untuk menjelaskan
sikap keberagamaan seseorang. Dengan demikian seseorang akan memiliki tingkat
kepuasan tersendiri dalam agamanya, karena seluruh persoalan hidupnya mendapat
bimbingan agama.
Selain itu, psikologi agama membantu untuk mengarahkan
seseorang pada pendidikan agama Islam yang tepat, seperti terhadap seorang
bayi, bahkan terhadap jabang bayi yang ada dalam kandungan seorang ibu yang
sedang hamil. Lebih lanjut Jalaluddin menerangkan dalam ruang lingkup yang
lebih luas lagi. Jepang ternyata menggunakan pendekatan psikologi agama dalam
membangun negaranya. Bermula dari mitos bahwa kaisar Jepang adalah titisan Dewa
Matahari (Amiterasu Omikami), mereka dapat menumbuhkan jiwa Bushido,
yaitu ketaatan terhadap pemimpin. Mitos ini telah dapat membangkitkan perasaan
agama para prajurit Jepang dalam perang dunia II untuk melakukan Harakiri
(bunuh diri) dan ikut dalam pasukan Kamiokaze (pasukan berani mati). Dan
setelah selesai perang dunia II, jiwa Bushido tersebut bergeser menjadi etos
kerja dan disiplin serta tanggung jawab moral.
Adapun kontribusi pendekatan psikologi agama dalam studi Islam adalah :
- Untuk membantu di dalam meneliti bagaimana latar belakang keyakinan beragama seorang muslim.
- Untuk membantu menyelesaikan masalah-masalah keberagamaan seorang muslim, seperti penyakit mental dan hubungannya dengan keyakinan beragama.
- Untuk mengetahui bagaimana hubungan manusia dengan Tuhannya dan bagaimana pengaruh hubungan tersebut terhadap prilaku dan cara berpikir.
Dalam banyak kasus, pendekatan psikologi agama, baik
secara langsung maupun tidak langsung dapat digunakan untuk membangkitkan
perasaan dan kesadaran beragama. Pengobatan pasien di rumah-rumah sakit, usaha
bimbingan dan penyuluhan nara pidana di lembaga permasyarakatan banyak
dilakukan dengan cara menggunakan psikologi agama. Demikian pula dalam lapangan
pendidikan, psikologi agama dapat difungsikan pada pembinaan moral dan mental
keagamaan peserta didik, dan sebagainya.
No comments:
Post a Comment