Sifat
nafsiyah adalah sifat yang berhubungan dengan zat Allah semata,. Yang tergolong
sifat nafsiyah adalah sifat wujud.
Wujud adalah zat Allah yang mutlak atas
diri-Nya, bukan merupakan tambahan dari zat-Nya. Allah SWT sebagai penyebab
pertama adanya sesuatu dengan sendiri-Nya. Seandainya wujud Allah disebabkan
atau dicptakan oleh sesuatu selain Dia, berarti Allah tidak sempurna sifat-Nya.
Sebagaimana Allah berfirman dalam Q.S. as-Sajadah/32:4-5
”Allah
lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam
enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ´Arsy. Tidak ada bagi kamu selain
dari pada-Nya seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi syafa´at.
Maka apakah kamu tidak memperhatikan?” Dia mengatur urusan dari langit ke
bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya
adalah seribu tahun menurut perhitunganmu.”
(QS: As-Sajdah Ayat: 5-6 )
(QS: As-Sajdah Ayat: 5-6 )
Dari kedua ayat tersebut, dapat diambil pokok-pokok
pengertian sebagai berikut. :
a. Allah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, yakni
1) Masa pertama, semua alam masih berupa asap atau kabut raksasa, lalu kabut raksasa pecah dan sakah satunya menjadi bumi;
2) Masa kedua, asap atau kabut berubah menjadi air;
3) Masa ketiga, mulai timbul kekeringan yang akhirnya menjadi perbukitan;
4) Masa keempat, mulai ada kehidupan di air dan di bumi;
5) Masa kelima dan kekenam, seperti yang kita saksikan sekarang ini.
b. Tidak ada penolong dan pemberi syafaat selain Allah SWT. Ini berarti kekuasaan tunggal ada pada Allah.
c. Semua urusan ada di tangan Allah dan tidak ada pihak lain yang ikut campur tangan dengan-Nya.
2.SIFAT SALBIYAH
Salbiyah berarti negative atau buruk. Sifat salbiyah berarti sifat yang tidak sesuai atau tidak layak untuk zat Allah. Sifat salbiyah ada lima macam yang berlawanan dengan sifat qidam, baqa’, mukhalafatu lil hawadisi, qiyamuhu binafsihi, dan wahdaniyyah.
Kelima sifat itu adalah sebagai berikut.
a. Hudus
Hudus berarti permilaan. Sifat qidam menolak adanya sifat hudus. Berdasarkan teori ad-Daur, alam ini adalah ciptaan Allah, adanya Allah juga karena adanya alam. Pendapat demikian adalah mustahil karena Allah disamakan dengan makhluk ciptaan-Nya.
Allah SWT berfirman.:
“Dialah Yang Awal, dan Yang Akhir, Yang Zahir dan Yang Batin dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Q.S. al-Hadid/57:3)“
Allah tidak berawal dan tidak berakhir. Jika Allah berawal, sebelum Allah berarti ada kekosongan. Hal ini sangat bertentangan dengan akal. Oleh karena itu, sifat qidam menolak sifat qudum.
b. Fana’
Jika Allah SWT bersifat fana’, berarti Allah mengalami kerusakan dan kepunahan. Dia tidak akan mengalami kerusakan dan kepunahan sebagaimana makhluki-Nya.
“….segala sesuatu pasti binasa, kecuali Allah ….”(Q.S. al-Qasa/28:88)
c. Mumasalatu lil Hawadisi
Jika Allah bersifat Mumasalatu lil Hawadisi yang artinya Allah serupa dengan makhluk-Nya. Allah tidak akan pernah memerlukan apa yang diperlukan makhlk-Nya. Allah berfirman :
“…tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dan Dia Yang Maha Mendengar, Maha Melihat.” (Q.S. asy-Syura/42:11)
d. Ihtiyajun ila Ghairihi atau qiyamuhu Ligairihi
Jika Allah bersifat ini berarti Allah memerlukan bantuan pihak lain. Allah tidak memerlukan bantuan pihak lain dalam menciptakan alam seisinya. Allah berfirman sebagai berikut.
“….Sunnguh Allah Maha Kaya..” (Q.S. al-Ankabut/29:6)
e. Ta’addud
Ta’adud berarti berbilang dua, tiga, atau lebih. Seandainya Allah lebih dari satu, pasti timbul perebutan kekuasaan dan aturan-aturan yang berbeda. Tuhan yang satu akan menyaingi Tuhan yang lain sehingga akan mengakibatkan kehancuran. Allah berfirman dalam surat al- Ikhlas/112:1
a. Allah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, yakni
1) Masa pertama, semua alam masih berupa asap atau kabut raksasa, lalu kabut raksasa pecah dan sakah satunya menjadi bumi;
2) Masa kedua, asap atau kabut berubah menjadi air;
3) Masa ketiga, mulai timbul kekeringan yang akhirnya menjadi perbukitan;
4) Masa keempat, mulai ada kehidupan di air dan di bumi;
5) Masa kelima dan kekenam, seperti yang kita saksikan sekarang ini.
b. Tidak ada penolong dan pemberi syafaat selain Allah SWT. Ini berarti kekuasaan tunggal ada pada Allah.
c. Semua urusan ada di tangan Allah dan tidak ada pihak lain yang ikut campur tangan dengan-Nya.
2.SIFAT SALBIYAH
Salbiyah berarti negative atau buruk. Sifat salbiyah berarti sifat yang tidak sesuai atau tidak layak untuk zat Allah. Sifat salbiyah ada lima macam yang berlawanan dengan sifat qidam, baqa’, mukhalafatu lil hawadisi, qiyamuhu binafsihi, dan wahdaniyyah.
Kelima sifat itu adalah sebagai berikut.
a. Hudus
Hudus berarti permilaan. Sifat qidam menolak adanya sifat hudus. Berdasarkan teori ad-Daur, alam ini adalah ciptaan Allah, adanya Allah juga karena adanya alam. Pendapat demikian adalah mustahil karena Allah disamakan dengan makhluk ciptaan-Nya.
Allah SWT berfirman.:
“Dialah Yang Awal, dan Yang Akhir, Yang Zahir dan Yang Batin dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Q.S. al-Hadid/57:3)“
Allah tidak berawal dan tidak berakhir. Jika Allah berawal, sebelum Allah berarti ada kekosongan. Hal ini sangat bertentangan dengan akal. Oleh karena itu, sifat qidam menolak sifat qudum.
b. Fana’
Jika Allah SWT bersifat fana’, berarti Allah mengalami kerusakan dan kepunahan. Dia tidak akan mengalami kerusakan dan kepunahan sebagaimana makhluki-Nya.
“….segala sesuatu pasti binasa, kecuali Allah ….”(Q.S. al-Qasa/28:88)
c. Mumasalatu lil Hawadisi
Jika Allah bersifat Mumasalatu lil Hawadisi yang artinya Allah serupa dengan makhluk-Nya. Allah tidak akan pernah memerlukan apa yang diperlukan makhlk-Nya. Allah berfirman :
“…tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dan Dia Yang Maha Mendengar, Maha Melihat.” (Q.S. asy-Syura/42:11)
d. Ihtiyajun ila Ghairihi atau qiyamuhu Ligairihi
Jika Allah bersifat ini berarti Allah memerlukan bantuan pihak lain. Allah tidak memerlukan bantuan pihak lain dalam menciptakan alam seisinya. Allah berfirman sebagai berikut.
“….Sunnguh Allah Maha Kaya..” (Q.S. al-Ankabut/29:6)
e. Ta’addud
Ta’adud berarti berbilang dua, tiga, atau lebih. Seandainya Allah lebih dari satu, pasti timbul perebutan kekuasaan dan aturan-aturan yang berbeda. Tuhan yang satu akan menyaingi Tuhan yang lain sehingga akan mengakibatkan kehancuran. Allah berfirman dalam surat al- Ikhlas/112:1
"Katakanlah
(Muhammad), 'Dialah Allah, Yang Maha Esa.'
3. Sifat Ma’ani
Sifat ma’ani adalah sifat wajib Allah yang dapat digambarkan olah akal pikiran manusia dan dapat meyakinkan orang lain karena kebenarannya dapat dibuktikan dengan panca indra. Sifat wajib Allahyang tergolong dalam sifat ma’ani ialah qudrah, iradah, ilmu, hayat, sama’, basar, dan kalam.
a. Qudrah
artinya kuasanya Allah Swt, satu sifat yang qadim lagi azali yang tetap berdiri pada zat Allah Swt, yang mengadakan tiap - tiap yang ada dan meniadakan tiap - tiap yang tiada.
1. Dalil Aqli sifat Qudrah
Dalilnya adalah adanya alam semesta.
Proses penyusunan dalilnya, jika Allah tidak berkemampuan niscaya Allah lemah(‘Ajzun), dan apabila Allah lemah maka tidak akan mampu menciptakan makhluk barang sedikitpun.
2. Dalil Naqli sifat Qudrah
Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu. (QS. Al-Baqarah [2]:20)
b. Iradah
Allah SWT bersifat iradah yang berarti berkehendak, mustahil bersifat karahah yang berarti dipaksa. Allah adalah zat yang mengatur segala-galanya karena Dialah yang berkuasa dan memiliki alam ini.
3. Sifat Ma’ani
Sifat ma’ani adalah sifat wajib Allah yang dapat digambarkan olah akal pikiran manusia dan dapat meyakinkan orang lain karena kebenarannya dapat dibuktikan dengan panca indra. Sifat wajib Allahyang tergolong dalam sifat ma’ani ialah qudrah, iradah, ilmu, hayat, sama’, basar, dan kalam.
a. Qudrah
artinya kuasanya Allah Swt, satu sifat yang qadim lagi azali yang tetap berdiri pada zat Allah Swt, yang mengadakan tiap - tiap yang ada dan meniadakan tiap - tiap yang tiada.
1. Dalil Aqli sifat Qudrah
Dalilnya adalah adanya alam semesta.
Proses penyusunan dalilnya, jika Allah tidak berkemampuan niscaya Allah lemah(‘Ajzun), dan apabila Allah lemah maka tidak akan mampu menciptakan makhluk barang sedikitpun.
2. Dalil Naqli sifat Qudrah
Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu. (QS. Al-Baqarah [2]:20)
b. Iradah
Allah SWT bersifat iradah yang berarti berkehendak, mustahil bersifat karahah yang berarti dipaksa. Allah adalah zat yang mengatur segala-galanya karena Dialah yang berkuasa dan memiliki alam ini.
1. Dalil
Aqli sifat Irodat.
Dalilnya adalah adanya alam semesta.
Proses penyusunan dalil, seasndainya allah tidak bersifat berkehendak niscaya bersifat terpaksa (karohah), dan allah bersifat terpaksa adalah mustahil karena tidak akan disifati qudrot, akan tetapi tidak disifatinya Allah dengan sifat qudrot adalah mustahil, sebab akanberakibat lemahnya Alla, sedangkan lemahnya Allah adalah mustahi, karena tidak akan mampu membuat makhluk barang sedikitpun.
2. Dalil Naqli sifat Irodat.
Sebagaimana Allah berfirman dalam Q.S.an-Nahl/16:40
Dalilnya adalah adanya alam semesta.
Proses penyusunan dalil, seasndainya allah tidak bersifat berkehendak niscaya bersifat terpaksa (karohah), dan allah bersifat terpaksa adalah mustahil karena tidak akan disifati qudrot, akan tetapi tidak disifatinya Allah dengan sifat qudrot adalah mustahil, sebab akanberakibat lemahnya Alla, sedangkan lemahnya Allah adalah mustahi, karena tidak akan mampu membuat makhluk barang sedikitpun.
2. Dalil Naqli sifat Irodat.
Sebagaimana Allah berfirman dalam Q.S.an-Nahl/16:40
“Sesungguhnya
perkataan Kami terhadap sesuatu apabila Kami menghendakinya, Kami hanya
mengatakan kepadanya: "Kun (jadilah)", Maka jadilah ia”.
c. ‘Ilmu
Ilmu berarti mengetahui segala sesuatu. Lawan katanya adalah jalun yang berarti bodoh. Allah mengetahui segala sesuatu, baik yang telah, sedang, maupun yang akan terjadi.
c. ‘Ilmu
Ilmu berarti mengetahui segala sesuatu. Lawan katanya adalah jalun yang berarti bodoh. Allah mengetahui segala sesuatu, baik yang telah, sedang, maupun yang akan terjadi.
1. Dalil Aqli sifat Ilmu
Dalilnya adalah adanya alam semesta.
Proses penyusunan dalil, seandainya Allah tak berilmu niscaya tidak akan berkehendak, sedangkan allah tidak berkehendak adalah mustahil, karena tidak akan disifati qudrot, akan tetapi Allah tidak disifati dengan qudrot adalah mustahil, sebab akan berakibat lemahnya Allah. Sedangkan lemahnya Allah adalah mustahil, karena tidak akan mampu membuat barang makhluk sedikitpun.
2. Dalil Naqli sifat Ilmu
Dalilnya adalah adanya alam semesta.
Proses penyusunan dalil, seandainya Allah tak berilmu niscaya tidak akan berkehendak, sedangkan allah tidak berkehendak adalah mustahil, karena tidak akan disifati qudrot, akan tetapi Allah tidak disifati dengan qudrot adalah mustahil, sebab akan berakibat lemahnya Allah. Sedangkan lemahnya Allah adalah mustahil, karena tidak akan mampu membuat barang makhluk sedikitpun.
2. Dalil Naqli sifat Ilmu
Sebagaimana Allah berfirman dalam Q.S.
al-Hujarat/49:18
. ”Sesungguhnya
Allah mengetahui apa yang ghaib di langit dan bumi. Dan Allah Maha Melihat apa
yang kamu kerjakan”
d. Hayat
Hayat berarti hidup, sedangkan kebalikannya adalah mautun yang berarti mati. Allah adalah zat yang hidup dan muastahil mati.
Hayat berarti hidup, sedangkan kebalikannya adalah mautun yang berarti mati. Allah adalah zat yang hidup dan muastahil mati.
1.
Dalil Aqli sifat hayat
Dalilnya adanya alam semesta. Proses penyusunan dalil, seandainya Allah tidak hidup maka tidak akan disifati Qudrot, akan tetapi Allah tidak disifati dengan Qudrot adalah mustahil, sebab akan berakibat lemahnya Allah, seangkan lemahnya Allah adalah mustahil, karena tidak akan mampu membuat alam semesta.
2. Dalil Naqli sifat Hayat
Dalilnya adanya alam semesta. Proses penyusunan dalil, seandainya Allah tidak hidup maka tidak akan disifati Qudrot, akan tetapi Allah tidak disifati dengan Qudrot adalah mustahil, sebab akan berakibat lemahnya Allah, seangkan lemahnya Allah adalah mustahil, karena tidak akan mampu membuat alam semesta.
2. Dalil Naqli sifat Hayat
Sebagaimana Allah
berfirman dalam Q.S. al-Furqan/25:58
“Dan bertawakkallah kepada ALLAH
Yang Hidup (Kekal) Yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya.
Dan cukuplah Dia Maha Mengetahui dosa-dosa hamba-hamba-Nya,”
e. Sama’
Sama’ berarti mendengar, sedangkan kebalikannya adalah summon yang berarti tuli. Allah Maha Mendengar segala macam bunyi dan suara makhluk, baik yang keras maupun yang pelan. Sebagaimana Allah berfirman dalam Q.S. al-Baqarah/2:127
e. Sama’
Sama’ berarti mendengar, sedangkan kebalikannya adalah summon yang berarti tuli. Allah Maha Mendengar segala macam bunyi dan suara makhluk, baik yang keras maupun yang pelan. Sebagaimana Allah berfirman dalam Q.S. al-Baqarah/2:127
“Dan ingatlah, ketika Ibrahim meninggikan
dasar-dasar Baitullah bersama Ismail seraya berdoa: ‘Ya Rabb kami terimalah
dari kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah yang Mahamendengar lagi
Mahamengetahui. Ya Rabb kami, jadikanlah kami berduaorang-orang
yang tunduk patuh kepada-Mu (dan jadikanlah) di antara
anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada-Mu.”
f. Basar
Basar berarti melihat sesuatu, baik yang telah, sedang, maupun yang akan terjadi. Penglihatan Allah tidak dibatasi oleh alat dan waktu. Kebalikannya adalah ‘umyun yang berarti buta. Sebagaimana Allah berfirman dalam surat al-Hujarat/49:18.
Basar berarti melihat sesuatu, baik yang telah, sedang, maupun yang akan terjadi. Penglihatan Allah tidak dibatasi oleh alat dan waktu. Kebalikannya adalah ‘umyun yang berarti buta. Sebagaimana Allah berfirman dalam surat al-Hujarat/49:18.
“Sesungguhnya Allah mengetahui apa
yang ghaib di langit dan bumi. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”.
g. Kalam
Kalm berarti berbicara, sedangkan kebalikannya adalah bukmun yang berarti bisu. Karena Allah berbicara, Dia dapat berfirman, member janji, dan peringatan yang ditunjukkankepada makhluk-Nya. Firman-firman-Nya tersusun dengan rapi di dalam kitab suci yang diturunkan lepda rasul-rasul-Nya. Hal itu menunjukkan bahwa Allah tidak mungkin brsifat bisu. Allah berfirman dalam surat an-NIsa’/4:164
Kalm berarti berbicara, sedangkan kebalikannya adalah bukmun yang berarti bisu. Karena Allah berbicara, Dia dapat berfirman, member janji, dan peringatan yang ditunjukkankepada makhluk-Nya. Firman-firman-Nya tersusun dengan rapi di dalam kitab suci yang diturunkan lepda rasul-rasul-Nya. Hal itu menunjukkan bahwa Allah tidak mungkin brsifat bisu. Allah berfirman dalam surat an-NIsa’/4:164
“Dan (kami telah mengutus)
rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu,
dan rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu. Dan Allah
telah berbicara kepada Musa dengan langsung”.
4. Sifat
Ma’nawiyah
Sifat ma’nawiyah adalah sifat-sifat yang berhubungan dengan sifat ma’ani atau merupakan kelanjutan sifat-sifat ma’ani. Dengan kata lain, adanya tujuh sifat ma’ani berarti ada tujuh sifat ma’nawiyah. Ketujuh sifat ma’nawiyah dimaksud adalah sebagai berikut.
a. Qadiran (Mahakuasa)
Allah SWT bersifat qadiran yang berarti Dia Mahakuasa.
Allah berfirman dalam surat al- An’am/6:37.
Sifat ma’nawiyah adalah sifat-sifat yang berhubungan dengan sifat ma’ani atau merupakan kelanjutan sifat-sifat ma’ani. Dengan kata lain, adanya tujuh sifat ma’ani berarti ada tujuh sifat ma’nawiyah. Ketujuh sifat ma’nawiyah dimaksud adalah sebagai berikut.
a. Qadiran (Mahakuasa)
Allah SWT bersifat qadiran yang berarti Dia Mahakuasa.
Allah berfirman dalam surat al- An’am/6:37.
.” Dan mereka (orang-orang
musyrik Mekah) berkata, “Mengapa tidak diturunkan kepadanya (Muhammad)
suatu ayat dan mukjizat dari Tuhannya?” Katakanlah, “Sesungguhnya Allah kuasa
menurunkan suatu ayat dan mukjizat, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.”
b. Muridan (Maha
Berkehendak)
Allah bersifat muridan yang berarti Dia Maha Berkehendak. Allah berfirman dalam surat an-NIsa’/4:26.
Allah bersifat muridan yang berarti Dia Maha Berkehendak. Allah berfirman dalam surat an-NIsa’/4:26.
“Allah hendak menerangkan
syari’at-syari’at Nya kepadamu, menunjukkan sunah-sunah orang yang ada sebelum
kalian, dan memberikan taubat kepada kalian. Dan Allah itu maha mengetahui dan
maha bijaksana.”
c. ‘Aliman (Maha Mengetahui)
Allah bersifat ‘aliman yang berarti Dia Maha Mengetahui.
Allah berfirman dalam suratal-Hujarat/49:16.
c. ‘Aliman (Maha Mengetahui)
Allah bersifat ‘aliman yang berarti Dia Maha Mengetahui.
Allah berfirman dalam suratal-Hujarat/49:16.
“Katakanlah apa kamu akan memberitahu
kepada Allah tentang agamamu, padahal Allah mengetahui apa yang di langit dan
apa yang di bumi dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Al-Hujurat:16)
d. Hayyan (Maha
Hidup)
Allah bersifat hayyan yang berarti Dia maha hidup.
Allah berfirman dalam surat Ali Imran/3:2.
Allah bersifat hayyan yang berarti Dia maha hidup.
Allah berfirman dalam surat Ali Imran/3:2.
"Dia menurunkan Al Kitab
(Al quran) kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang telah diturunkan
sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil",
e. Sami’an (Maha
Mendengar)
Allah bersifat sami’an yang berarti Dia Maha Mendengar. Allah berfirman dalam surat an-NIsa’/4:134.
Allah bersifat sami’an yang berarti Dia Maha Mendengar. Allah berfirman dalam surat an-NIsa’/4:134.
“Sesiapa
yang mahukan pahala (balasan) dunia sahaja (maka
rugilah ia), kerana di sisi Allah disediakan
pahala (balasan) dunia dan akhirat.” (Surah an-Nisa': 134)
f. Basiran (Maha
Melihat)
Allah bersifat basiran yang berarti Dia Maha Melihat.
Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebut nama-Nya ini dalam beberapa ayat, di antaranya dalam surat An-Nisa` ayat 58:
Allah bersifat basiran yang berarti Dia Maha Melihat.
Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebut nama-Nya ini dalam beberapa ayat, di antaranya dalam surat An-Nisa` ayat 58:
إِنَّ اللهَ كَانَ
سَمِيْعًا بَصِيْرًا
“Sesungguhnya
Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
Juga dalam
Asy-Syura ayat 11:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ
وَهُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ
“Tidak
ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar
lagi Maha Melihat.”Dalam hadits Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu,
juga disebutkan:
“Kami bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Bila kami menaiki dataran tinggi, maka kami mengucapkan takbir.1 Maka
beliau mengatakan: ‘Wahai manusia kasihilah diri kalian, karena kalian tidaklah
menyeru Dzat yang tuli atau jauh, akan tetapi Ia Maha Mendengar dan
Maha Melihat.’Lalu beliau mendatangiku, sementara aku sedang mengucapkan dalam
diriku: ‘La haula wala quwwata illa billah.
Lalu beliau mengatakan: ‘Wahai Abdullah bin Qais (nama Abu Musa), ucapkan La haula wala quwwata illa billah. Sesungguhnya itu adalah salah satu kekayaan yang tersimpan di surga.’ Atau beliau mengatakan: ‘Tidakkah kamu mau aku tunjuki salah satu harta kekayaan di surga? La haula wala quwwata illa billah’.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 5905, 7386)
Lalu beliau mengatakan: ‘Wahai Abdullah bin Qais (nama Abu Musa), ucapkan La haula wala quwwata illa billah. Sesungguhnya itu adalah salah satu kekayaan yang tersimpan di surga.’ Atau beliau mengatakan: ‘Tidakkah kamu mau aku tunjuki salah satu harta kekayaan di surga? La haula wala quwwata illa billah’.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 5905, 7386)
g. Mutakalliman
(Maha Berbicara)
Allah bersifat mutakalliman yang berarti Dia Maha Berbicara. Allah berfirman dalam surat at-Taubah/9:6.
Allah bersifat mutakalliman yang berarti Dia Maha Berbicara. Allah berfirman dalam surat at-Taubah/9:6.
“Dan jika di antara kaum musyrik ada
yang meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah agar dia dapat mendengar
firman Allah, kemudian antarkanlah dia ke tempat yang aman baginya. (Demikian)
itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui “
No comments:
Post a Comment